Masih
di kampus biru. Kali ini wanita itu berubah wujud. Celana jeans hitam dan kaos
biru bertuliskan “Aku Rindu Yogyakarta.” Masih dengan kursi baja biru. Namun, kali
ini lain tempat lain waktu masih sama hati. Loby tengah kampus biru menjadi pertanda kisah sore hari. Wanita
biru masih dengan teman akrabnya, menunggu seseorang. Pria muda telah
mendapatkan separuh hati wanita biru. “…Aku masuk kelas dulu ya. Lima menit.”
Lima
menit lalu, pria muda berjanji. Lima menit lalu pula janji itu telah diingkari.
Wanita biru telah menghabiskan sepuluh menit dengan menunggu. “Maaf ya..” Pria
muda berujar penuh penyesalan. Mereka duduk berdua. Bersebelahan. Di atas kursi
biru di sore hari. Andai waktu untuk tidak menunggu bisa diputar, dijilat, dan dicelupin.
“Jadi
kapan kita ngopi bareng? Katanya mau hari ini.”
“Ngopi?
Kamu tahu kan, kalo aku itu nggak suka kopi. Ih, nyebelin.”
Hening
tanpa percakapan selanjutnya. Dialog sudah berhenti sampai di situ, sore itu. Kursi
baja biru menjadi tempat paling menegangkan. Wanita biru masih terdiam terpaku
di atas kursi baja. Pria muda berdiri kemudian, melangkahkan kedua kakinya
sepuluh langkah ke depan. Sampai di suatu titik, kaki itu menjadi empat
buah, dua pasang. Meninggalkan wanita biru dan kursi baja biru.