7.10.2013

Enam Kaki Di Atas Lantai Dekat Kursi Biru

Masih di kampus biru. Kali ini wanita itu berubah wujud. Celana jeans hitam dan kaos biru bertuliskan “Aku Rindu Yogyakarta.” Masih dengan kursi baja biru. Namun, kali ini lain tempat lain waktu masih sama hati. Loby tengah kampus biru menjadi pertanda kisah sore hari. Wanita biru masih dengan teman akrabnya, menunggu seseorang. Pria muda telah mendapatkan separuh hati wanita biru. “…Aku masuk kelas dulu ya. Lima menit.”

Lima menit lalu, pria muda berjanji. Lima menit lalu pula janji itu telah diingkari. Wanita biru telah menghabiskan sepuluh menit dengan menunggu. “Maaf ya..” Pria muda berujar penuh penyesalan. Mereka duduk berdua. Bersebelahan. Di atas kursi biru di sore hari. Andai waktu untuk tidak menunggu bisa diputar, dijilat, dan dicelupin.

“Jadi kapan kita ngopi bareng? Katanya mau hari ini.”
“Ngopi? Kamu tahu kan, kalo aku itu nggak suka kopi. Ih, nyebelin.”


Hening tanpa percakapan selanjutnya. Dialog sudah berhenti sampai di situ, sore itu. Kursi baja biru menjadi tempat paling menegangkan. Wanita biru masih terdiam terpaku di atas kursi baja. Pria muda berdiri kemudian, melangkahkan kedua kakinya sepuluh langkah ke depan. Sampai di suatu titik, kaki itu menjadi empat buah, dua pasang. Meninggalkan wanita biru dan kursi baja biru.

Kursi Baja Biru Di Kampus Biru

Awal tahun ajaran akademik semester genap di kampus biru. Di kursi biru terbuat dari lapis baja. Dua lapis baja saling berhadapan. Pada masing-masing kursi diduduki oleh seorang pria muda. Pria muda itu nampak melihat serius ke arah wanita biru di depan kursi baja di depannya. Lima menit yang lalu wanita itu datang tanpa memberi kabari dan tanda.

Sepuluh menit telah berjalan. Pria muda masih membisu bersama wanita biru di atas kursi baja biru. Kampus biru di siang hari terasa panas. Dingin dirasa hanya pada sikap mereka berdua yang tak saling kenal. Tak saling sapa sejak lima belas menit telah berlalu. Hingga dua puluh menit yang akan datang. Pria muda berharap wanita biru itu akan menyapanya.


Dua puluh menit telah datang. Harapan pria muda tak kunjung datang. Wanita biru itu beranjak dari kursi biru. Meninggalkan pria muda dengan tanda kecupan bibir di dahi kekasih wanita biru. Pria muda terbelalak. Wanita biru menanti seorang pemuda yang ditunggunya dari tadi di atas kursi baja biru.

#ff2in1

7.09.2013

Siapa yang kangen rumah?

3L
LINDA LINDU LUMAH


Kenapa harus Lindu Lumah? Siapa Linda?

Pepatah berkata: “Sepandai tupai melompat pasti akan jatuh juga.”
Ada yang bisa bantu maknanya? -_-

Siapa sih yang nggak kangen rumah?
Siapa sih yang nggak kangen masa kecil? Kelakuan-kelakuan konyol masa kecil?
Siapa?

Masa lalu memberikan pelajaran bagi kita. Waktu memang nggak bisa diputar, apalagi dijilat, dan dicelupin.

Penggunaan Lindu Lumah dan nama Linda
Linda hanya subjek pengganti dari setiap tokoh yang terjadi di lingkungan penulis, atau melibatkan kisah dalam buku ini.

Lindu Lumah? Kalian penasaran kan? Nah. Itu maksud penulis. Sebenarnya hanya plesetan dari Rindu Rumah. Plesetan merupakan pembelokan logika ke dalam logika baru secara logis. Anang Batas, seniman Yogyakarta.


3L merupakan buku kumpulan kisah puisi karya Bagus Setiawan. Buku pertamanya ini berkisah tentang Cinta, Keluarga, dan Tuhan. Terdiri dari 155 halaman, 80 judul, seribu kisah, dan 1 buku. Kumpulan kisah puisi ini bercerita pada periode 2009 hingga 2013.

Kenapa harus dibukukan?
Pengalaman terbaik adalah yang datangnya dari mantan. Baik dari mantan sendiri maupun dari mantan orang lain. Dari sanalah penulis mencoba berbagi kisah lewat buku ini. 3L

Sepertinya segitu aja.
Terimakasih buat nulisbuku yang bersedia menerbitkan buku pertama penulis ini.

Untuk pemesanan bisa langsung ke nulisbuku.com

@lindalindulumah
Tidak ada yang bisa penulis sampaikan selain beribu ucapan terimakasih atas waktu kawan-kawan membaca post ini. Semoga tertarik untuk membaca buku 3L, Linda Lindu Lumah.