5.26.2013

Secret Admirer


Pernah nggak sih kalian kegap atau ketahuan melakukan sesuatu yang seharusnya itu dirahasiakan. Pernah nggak sih?
Nah, inilah yang dialami, Tino. Ia pernah kegap menuliskan nama, Linda atau sejenis kode lain yang menunjuk ke arah itu.
***

Dalam suatu kelas, pernah ada peristiwa di mana papan tulis kelas ada tulisan huruf L berukuran lumayan besar. Padahal ini jam pertama kuliah, pagi hari sekitar 8 am. Pertanyaannya, siapa yang melakukan itu? Kemungkinan pertama, ini dilakukan oleh orang iseng di saat pagi-pagi sekali, atau bisa jadi ini dilakukan pada saat jam kuliah terakhir sebelum kelas ditutup oleh penjaga kampus. Maksudnya, apa tujuan dari penulisan tanda itu? Kalau hanya iseng saja, aku rasa tidak cukup kuat alasan itu.

Yang menjadikan hal itu aneh, tanda itu selalu terjadi di pagi hari, sesaat sebelum ada jam kuliah si Linda. Tulisan itu akan berpindah-pindah kelas di mana, Linda akan mengambil mata kuliah pagi. Pertanyaannya, dari mana dia bisa tahu kalau nantinya kelas, Linda di situ? Adakah teman, Linda yang memberitahukan itu pada di pelaku?

Ayo kita bahas satu per satu di sini.
Siapa pelakunya dan apa motivnya? Melihat dengan tanda yang ada di lapangan (ruang kelas) bisa jadi ini dilakukan oleh seseorang yang menyukai, Linda. Bukti ditemukan indikasi nama: Linda, huruf L besar, ada juga yang menggambarkan status facebook terakhir, Linda, sama seperti yang dituliskan pelaku di papan tulis. Dari hasil observasi, beberapa orang yang diketahi dekat dengan, Linda akhir-akhir ini, ada: Latief, Angga, Ihsan dan Tino. Dari keempat tersangka itu jawaban lebih tertuju pada sosok, Tino. Kenapa, Tino? Karena, Tino sering melakukan tindakah-tindakan aneh seperti, tiba-tiba joget ‘cintaku lowbet’ di depan kelas entah apa alasannya, sering pulang agak sedikit lama dari teman yang lain, dan kadang juga ia pernah berangkat pagi sekali, padahal kelas, Tino baru dimulai pada jam 10 am. Namun, semua ini baru sebatas sangkaan.

Apa ini tindakan iseng? Yang jelas ini bukan kegiatan iseng. Kegiatan ini hampir dilakukan setiap hari selama dua minggu belakangan. Tindakan aneh ini bisa merubah mood temen-temen, Linda yang akan memasuki kelas. Jika tiba-tiba masih pagi, masuk kelas melihat tulisan segede kandang gajah dengan tulisan, “Linda aku suka kamu.” Yang jadi, Linda menjadi bahan becandaan teman sekelasnya selama proses belajar. Ini jelas merubah mood semua teman yang niatnya pengen belajar tiba-tiba mendadak pengen ngebully orang. Linda pastilah menjadi orang yang sangat dirugikan di sini. Lalu, siapa yang disalahkan? Sampai sejauh ini pelaku belum diketahui, baru sebatas sangkaan.

Dari sini muncul inisiatif buat menjebak pelaku. Baiklah, jam 15.59 pm. Secara jadwal, semua kelas harus sudah ditutup. Tim investigasi Linda yang terdiri dari Linda seorang sengaja duduk sendiri di kursi panjang tengah taman kampus, karena di situ merupakan titik untuk bisa memantau keadaan hampir semua kelas. Linda menunggu sendiri ditemani kacang goreng dengan slogan, ‘jangan nonton pelaku penulisan kode tanpa kacang kucing’.

“Siapa ya kira-kira pelakunya? Aku kok jadi penasaran gini..” gumaman, Linda hanya bisa didengar oleh semut yang menempel dan berbaris di dinding kelas, semut itu berwarna merah, Linda tersipu malu melihat semut itu, sepertinya semut itu menatap curiga, seakan penuh tanya, “Ada apa di sini?”, Linda menjawab, “Menanti pelaku jawabku..”, sungguh aneh tapi nyata. Kayaknya mirip lirik lagu deh.

“Tak tak tak tak..” anggap saja ini suara denting waktu yang terus berputar. Sudah 15 menit, Linda menunggu namun tak ada pertanda bahwa pelaku itu akan muncul. Ini aneh dan fak banget. Linda akhirnya memutuskan untuk pulang dengan tangan kosong karena kacang gorengnya sudah habis.

Tak mau menyerah sampai di situ. Linda juga melakukan investigasinya di pagi hari. Siapa tahu pelaku megetahui keberadaannya kemarin sore, sengaja menunggu kedatangan pelaku. Kali ini investigasi dilakukan pagi hari sebelum kelas pagi dimulai. Waktu menunjukkan 7.30 am. Kampus masih sepi, hanya beberapa petugas keamanan dan kebersihan yang mulai membukakan pintu kelas dan membersihkan lingkungan. Kali ini, Linda ditemani roti (entah rasa apa, karana tim kepo belum menelusuri sejauh itu, hehe). Roti chocolate di tangan kanan dan sebotol susu putih kaleng di tangan kiri (ni cewek apa monster?), masih menunggu, hingga ramainya kampus kembali datang. “Di mana pelaku itu? Aku belum melihatnya? Padahal kelas aku di depan sini.. aneh.” Linda lantas masuk kelas tanpa mendapati kode-kode yang menunjuk pada dirinya. Apa pelaku itu sudah tahu niatan ini?

Ternyata niatan menjebak pelaku ini sudah diketahui pelaku, pelaku sudah mencium jebakan sinchan ini. Dari mana dia tahu? Orang suruhan, Tino dalam kelas, Linda? Ini misterinya.

Dengan kecerdikan, Linda yang setingkat Firaun. Linda yakin pelaku tidak hanya melakukan tindakan konyolnya ini di kelas saja, bisa jadi pelaku juga melakukan hal ini di dunia lain. Semisal dunia internet, twitter. Tak mau kehilangan jejak, Linda membuka twitter miliknya via komputer. Dicarinya kata kunci di search engine: Linda, dan search. Tidak ketemu.

Mungkin kode lain, seperti kode yang sering muncul di papan kelas. Kali ini: L, search. Ketemu. Menunjuk satu nama akun bertuliskan, Tino.
Tidak mungkin pelakunya, Tino? Setengah tak percaya, Linda langsung menanyakan hal itu ke pelaku sementara, Tino.

“Tino, maksud kamu apa?”
“Maksud kamu gimana, aku nggak ngerti deh..”
“Kamu yang ngelakuin semua ini kan? Ngaku aja deh.”
“Sumpah aku nggak ngerti maksud kamu apa? Ini ada apa sih?”
“Harusnya aku yang nanya ke kamu, ini maksdunya apa?” nada Linda mulai meningkat, “Kalau suka ngomong aja, Tino. Nggak gini caranya. Memalukan, huft cowok apaan.”
“Linda...“ Tino gugup, “Kamu cantik..”

*mereka pun berpelukan, matahari udah terbenam, Tino Linda berpamitan, dada :))


*endingnya jelek ya, maap :D :D gini aja deh biar adil. kamu tulis versi kamu aja gimana endingnya, di kolom komentar, setuju kan :)) #penulisnyanggakkreatifnih

5.25.2013

Tokoh Penting


Halo pembaca setia blog aku, apa kabar? Termasuk kamu, Tino. Sorry ya, namamu tak pake terus buat ganti nama tokoh dalam setiap kisah di blog ini.

Tak ada salahnya, jika pada kesempatan ini, aku (penulis blog) mau bahas kamu, hey Athyno Julio.

Buat yang belum kenal dan yang (bisa jadi pengen kenal) akan berhenti mengenal Tino, berikut aku sampaikan penggambaran tentang dia.

Nama : Athyno Julio
Panggilan : Tino (pagi sampai sore) Tini (sore sampai subuh)
Lahir : Semarang beberapa puluh tahun yang lalu, tapi sekarang menetap di Jogja.
Hobi : Maen PES, dia menjelma, dari dulu selalu kalah sekarang hampir selalu memang, salut tanpa garry.
Status : Sendiri, tak usah diceritakan bagaimana dia bisa putus dengan mantannya. Karna yang berhubungan dengan mantan selalu menyakitkan. yoi nggak bro!

Apalagi ya. Menurut aku, Tino itu ngeselin kalo udah nyindir dan ngebully orang, bullyannya ngena. Tapi, pas gantian dia kena bully dia bakal mati seribu bahasa, pada moment ini, ngelihat dia terpojok itu menyenangkan, mau ketawa tapi harus ditahan. Apalagi kalo membahas tentang mantannya, huh pas kena di hati. Materi bullyan yang tak disukai, Tino lagi adalah tentang perempuan yang dia suka dalam satu kelas, semua udah tahu siapa dia, yups, Deta. Komplit deh jadi bahan bullyan satu kelas. Tapi itu hanya buat seneng-seneng kok, Tino. (seneng kok di atas penderitaan orang?)

Di balik itu semua, Tino merupakan pribadi yang supel, telaten, teliti dan suka menabung. Tak suka menghamburkan banyak uang. Bukan pelit sih kalo menurut aku. Namun lebih bijak dalam menggunakan pengeluaran, karna tak semua orang bisa seperti itu.

Dia juga sosok laki setia, sejauh yang saya tahu saat ini. Dia dalam posisi yang diputuskan pada saat itu. Apa saja bakal ia lakukan demi pacarnya dulu. Yah, harus bagaimana lagi. Sing wes yow wis

Ayo move on bro. cinta tak selamanya mulus, lha wong jalan tol yang katanya mulus aja bisa macet kok bro. woles.

Udah ah, tak mau aku membuka aib, Tino terus. Mending kalo mau tahu tentang dia bisa ditanyakan langsung ke orangnya. Dia sekarang jomblo lho. INI SOSOKNYA

*aku yakin kamu lagi baca tulisan ini sambil senyum bro, kalo salah ya maap :) 

Tia, Linda dan Keluarga


Hallo.. namaku, Linda. Aku seorang mahasiswi sekolah tinggi di Jogja. Umurku baru 21 tahun, masih lumayan muda. Aku punya adik perempuan namanya, Tia. Aku sama adik perempuanku selisih empat tahun. Calon pacar aku namanya, Tino. Dia anak Semarang yang sedang kuliah di Jogja. Sejak pertama kenal dia, enam semester yang lalu, aku dapat merasakan, bahwa di dunia ini tak hanya suka dan duka saja yang bisa aku alami, tapi juga ada asem asin, asem dari keteknya dia, asin dari.. dari garam di dapurnya dia. Aku dan keluarga besar orang tuaku tinggal di daerah jalan Wates, hehe, jauh ya dari tempat kalian? Biarin.

Aku berharap banget bisa jadian sama, Tino. Dia itu ganteng, baik hati, tak suka mencuri, tenggangrasa, tapi pelit. Masak kalo lagi jalan sama dia yang bayarin parkir aku, kan ngeselin. Harusnya laki tuh yang bayarin semua. Makan, nonton, bensin, sampai parkir motor, gitukan(?)
Tak apalah aku yang bayarin parkir, semua itu udah kehapus sama sikap baiknya dia ke aku. Tapi udah kenal selama enam semester, deket baru dua semester, kapan nyatain cintanya? Aku nunggu, Tino. Kamu ngertiin aku ya? Jangan bikin aku menunggu, aku takut ada hati lain yang masuk, gara-gara kamu tak cepat ambil hatiku. Plis ya, Tino. Ambil hatiku.

Sampe lupa, adiku, si Tia. Dia malah udah punya pacar. Pacarnya itu lho yang bikin aku tak terima, anak kuliahan semester dua, lakinya lebih tua setahun. Hah, asal bisa jaga diri aja deh, adikku. Kemaren baru pengumuman lulusan SMA, syukur dia lulus. Nilainya sih tak bagus-bagus amat, yang penting lulus dulu, nilai nomor sekian. Bayangin, nilai bahasa Inggris lebih tinggi dari Bahasa Indonesia. Bahasa Inggris dapet 9, eh Bahasa Indonesis dapet 6, parah.
Rencana mau lanjut di PTN, tak mau ngikut aku. Dia lebih suka sama dunia public relation gitu. Tapi, SNMPTNnya belum keluar. Sekarang nganggur deh dia, lebih banyak bantu ibu di rumah. masak, nyuci baju, nyuci piring, kadang juga aku suruh nyuci pakaianku juga mau dia. Adikku, Tia ini dia baik banget, sama kayak kakaknya, AKU.. hehe. Diperintah ini nurut, dipeintah itu nurut, asal ada fulus dia mau. Matre juga dia. Untung kakaknya yang cantik banget ini tak ikut ketularan matre. Auwo.

*gaya menulis seperti ini yang coba saya contohkan, seperti penulis buku “cerita cinta enrico”. Dalam buku itu, si penulis berjenis kelamin perempuan, namun di bukunya, tokoh utama adalah seorang laki. Saya di sini mencoba memposisikan diri sebagai seorang perempuan, sebenarnya aku cowok (sumpah cowok tulen) dan itu lumayan sulit *hehe* tapi, nulis seperti ini itu unik, asik dan penuh tantangan. Kalian harus coba.

Ikuti cerita aku terus ya, bersama, Linda dan Tino. Semoga mereka berjodoh. Amin.

Terpesona


Sekitar pukul 2 siang, di lobi kampus bradcasting terbaik di negeri cicak. Riuh ruang ini lengang, tak banyak yang ada di sini selain beberapa kelompok mahasiswa yang sedang ngobrol santai. Panas sudah pasti, adem bentar lagi. Sepi sudah pasti, ramai, siapa tahu nanti.
Tino sedang asik dengan novel di tangan. Novel karya kak Yunita, 9 matahari. Duduk di kursi berwarna biru bersama kakak kelasnya. Dari sudut yang lain Tino melihat rombongan perempuan yang juga sedang asik mengobrol di lobi kampus. Seperti gula dikelilingi semut, ada satu bagian yang menyolok dalam kelompok itu.

“Eh, manis ya dia.” Tino berkata pelan pada Tegar, seraya bercanda.
“Oh itu, kamu suka? Ngomonglah kalo suka, atau aku yang bilangin?”
“Nggak heee, kamu tuh paling yang suka.”
“Aku kenalin ya?”
Ora ah, kamu aja sono!”

Tegar beranjak dari kursi yang ia duduki sedari tadi dan menhampiri kumpulan perempuan, tanpa malu, Tegar langsung menyapa. “Hei, aku Tegar,” sambil menebar senyum, “Kamu siapa?” sambil menyalami satu-satu perempuan di sana. “Eh, temen aku ada yang mau kenalan tuh di sana.”

“Apa sih, Gar? Nggak kok. Tegar tuh yang mau kenalan.” Tino berpindah posisi ke kursi sebelah yang jaraknya sedikit jauh dari kumpulan perempuan.

“Sini woi, katanya mau kenalan. Udah mahasiswa pake malu segala. Huuu dasar!”, “Kalian semester berapa? Aku semester delapan.”
“Semester delapan ya kak, bentar lagi wisuda dong?” perempuan manis itu menyapa balik, Tegar.
“Iya nih, bentar lagi wisuda, terus lulus deh. Hehe. Kamu semester berapa?” Tegar mengulang pertanyaan yang belum dijawab perempuan gula itu.
“Aku semester dua kak.”
“Ambil jurusan apa?
“MIK kak. Kakak jurusan apa?” perempuan manis itu sesekali menoleh ke arah Tino, Tino hanya membalas dengan rasa malu.
“Woi sini. Ah dasar ni cowok! Ya udah ya dek, tak samperin cowok pemalu itu sek.”
“Iya kak.” Senyum manis pada Tegar, kemudian melihat kea rah Tino dan tersenyum.

Tegar nyamperin Tino dengan sedikit sebel. “Kamu beneran suka nggak sih?”, “Malu bro, gimana sih kamu, kaya nggak ngerti temenmu yang satu ini aja.”

“Kalo suka harusnya kamu tadi ikut aku nyamperin juga kali bro.. suka tuh nggak usah pake malu”,  Tino hanya pendek membalas, “Ya wes, temenin aku nyamperin dia ya?”
“Nemenin? Nggak ah.. ntar gitu lagi?”
“Kagak bro, suer.” Sambil nyengir senyum, tangan kirinya membentuk tanda pis.

Kali ini Tino benar-benar memberanikan diri. Dia mulai berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri perempuan manis di seberang sana. “Taroh dulu bukunya!” Tegar menyuruh.

“Sabar knapa sih..”

Setelah lima langkah kemudian. “Ini lho temenku yang pemalu itu.” Tino menyenggol Tegar, tanda ia tak setuju dengan barusan yang diucapkan, Tegar.

“Hei..” Tino mengulurkan tangan ke kumpulan perempuan. “Tino,” tegang tingkat Firaun. Satu-satu dari mereka menyebutkan nama, hingga sebuah nama dari mulut perempuan manis itu keluar, “Linda.”

Linda nampak manis saat sedang duduk di kursi biru, Tino sambil berdiri di depan Linda.
“Jurusan apa dek?” Tino kembali mengulang pertanyaan seperti yang sudah ditanyakan Tegar, sejatinya sudah pasti mendengar jawaban itu. Tino menatap Linda, mengabaikan teman-teman Linda yang lain.
“MIK, kak. Kakak jurusan apa?”
“Aku manaprodsi, hehe.. semester berapa?”
“Semester dua. Kakak?”
“Udah enam.” Nyengir antara seneng dan bego. “Udah selesai belom kuliah hari ini?”
“Udah, kak.”
“Kok belom pulang?”
“Lagi download lagu kak.”
“Numpang wifi ya?” Linda hanya membalas dengan anggukkan kepala. Mungkin dia bête plus jengkel dengan pertanyaan itu dan enggan membalas. Kemudian pandangan mereka kembali ke pandangan teman masing-masing. Dan mereka kembali berpandangan, dua detik, pandangan itu memudar lagi. Tegar kembali ke tempat duduk semula, Tino mengikuti langkah Tegar. “Ngapain kamu ngikutin aku? Udah diajak ngobrol aja.”, “Temenin napa? Masih malu nih..”

“Kaya tadi aja dilanjutin.” Tegar semakin geregetan.

Tino kembali menghampiri Linda. Kali ini sendiri, tanpa perantara cinta. Pertanyaan Tino di season yang ini semakin berbobot dan mempunyai mutu. Tak seperti pertanyaan sebelum ini, yang bego sekaligus jleb. Karna pada pertanyaan ini, Tino benar-benar yakin bahwa anak sekolah dasar tak akan bisa menjawabnya.
“Boleh minta nomor hape kamu nggak dek?”
“Buat apa kak?” kenapa masih ada jawaban seperti ini dengan pertanyaan itu?
“Ya..” dua detik kemudian, “Buat sms kamu mungkin. Gimana, boleh?”
“Hmmm gimana ya? Ntar aja deh kak, kan kita baru kenal.”
Tino membalas sambil menganggukkan kepala dan sedikit senyum, tak percaya.
“Twitter aku aja ya kak?”, “Boleh deh..” Tino sedikit tak puas dengan cadangan hiburan yang ditawarkan Linda. Tak masalah.
“Twitter kamu apa?”
*** 

Tino: @linda halo dek :)
Dua jam kemudian, mention Tino baru dibalas.
Linda: @tino halo kak :)
Tino: @linda lagi apa dek?
Linda: @tino lagi nonton tv aja kak
Tino: @linda udah di rumah? tadi kehujaan nggak pulangnya?
Linda: @tino sedikit kak, cuma di jalan magelang aja tadi sih ujannya
Tino: @linda lumayanlah, sekalian mandi
Linda: @tino mandi apanya kak, tadi cuma basah dikit kok :)
Tino: @linda :)

Linda tak membalas mention Tino lagi. Menunggu. Lima menit, sepuluh menit, lima belas menit namun belum juga ada balasan mention. Tino mulai panik, “Apa dia ilfill ya?”
Tino kembali melihat di kolom mention, memastikan, kalau di kolom mention sudah tak nampak nama Linda membalas mention.
Tunggu dulu. Warna biru menyala dari tempat direct message, pesan masuk. “Lewat sini aja kak ngobrolnya, nggak enak kalau mention-mentionan, banyak yang bisa baca.” Senyum mekar kembali menghiasi raut wajah Tino yang jelek ini.
***

Rasa suka Tino semakin meninggi satu tingkat, menjadi suka season dua. Dalam DM (direct message), Tino mengajak Linda untuk kembali bertemu di temat berbeda. Café ini menjadi perantara bertemu selanjutnya. Suasana café yang sederhana. Hanya ada dua puluh kursi dengan bantalan empuk, ditambah hiasan lukisan pada dinding café.
Rasa suka semakin menaiki levelnya sendiri seiring berjalannya waktu. Suka harus pasti: kalau iya ya iya, kalau tidak ya tidak.


5.23.2013

Segera (Lindu Rumah)

open mic MMTC YK 23 mei 13 gedung C


medium shot open mic mmtc yk


Sayang waktu nggak bisa diputar, apalagi dijilat dan dicelupin. (segera)



5.21.2013

Kembar Sial


Percaya nggak? Kalo ada seseorang yang hampir mirip dengan kamu di ujung sana..

pertama dibuka dengan foto ini. udah pada ngeh kan, siapa mereka. penyanyi dan pencuri. Gayus diketahui berada di Bali menonton tennis padahal masih dalam masa tahanan KPK.

Oki dan Beni. temen kuliah dan temen sma. selintas mirip sih mereka, entah kalo dua lintas, jodoh kali ya mereka. ampe tumpe-tumpe.

yang sebelah kiri temen sma saya, dia jago silat, prestasinya udah bisa dibilang wow banget, saya pernah adu silat sama dia waktu latihan dulu di sma, jelas dong dia yang menang, lha wong saya ikut ekstrakurikuler dulu cuma buat ngisi waktu seggang.

kalo ini gimana ya? hem, huft, pfft,

apa? Miyabi punya kembaran? namanya Miyako? asudahlah.

tengkorak yang menyerupai manusia.

kembang yang menyerupai wajah manusia. cantikan mana? kanan atau kiri? bawah atau atas?

mungkin di balik penciptaan makhluk yang hampir sama itu ada maksud dan tujuan. misal: penuduhan pelaku bom bunuh diri :D

emang mereka mirip ya?

penutup nih, sebenrnya dua anak ini mirip, hanya saja dipakein bedak, jadi agak ketutup kemiripannya, iya dong, kan ini foto penutup. :P 
mirip bisa diakibatkan darah sekandung. mirip wajah bisa saja, mirip rejeki? Tuhan yang menghendaki.



Jadi, jangan ngeluh di facebook atau di media lain deh kalo kamu kurang ganteng atau kurang cantik. Syukuri aja bro. woles.
Ingat ajaran agama.. Pandai bersyukur dan pandai menyembunyikan keburukan, bukannya keburukan malah diumbar-umbar.

Masalah nggak selesai kalo cuma dibawa ngeluh. adelladellaide

Like This?


“Nak biasane wedokan koyo ngono yo pancen jatahe seneng disanjung ning vesbuk e mas, lha deweke kurang perhatian paling seko keluargane.. maklum mas koyo ngono kuwi, isih masa perubahan mas, seko alay ning dewasa, tapi kok yo ndadak pekok koyo ngono kuwi.. hehe” Bang Mamad, tukang bakso keliling.

“Perempuan kaya gitu dibandrol murah biasanya mas.. tapi ya malu-malu dan pura-pura nggak dijual.. padahal perlu banget segera.. hehe..” Mastur, tukang jaga pos komplek.


“Gatel paling diye bang, kagak dapet pujian dan kasih sayang dari bokap nyokapnye, jadi diye nyari sanjungan dari laki di luar sono bang.. gitu kali ye bang.. kagak ngerti gue mah..” Fathanah, yang jual sayur keliling tiap pagi di komplek yang penuh dengan ibu-ibu.



Banyak hal yang bisa diartikan dari sebuah tangisan: kebahagiaan, kesedihan, ketakutan, atau kebencian. adelladellaide

5.20.2013

Linda Tino


Linda sudah menolak tawaran yang diajukan Tino hari ini: makan di resto ala Italy, nonton film di bioskop berturut-turut selama seminggu penuh dan seharusnya yang nggak boleh perempuan lain di luar sana tolak, namun dia tolak, Honda jazz warna silver dengan plat nomor sesuai nama Linda: bisa jadi L 1NDA. Apa mau dikata, dia bukan seperti perempuan lain.

“Besok puasa yuk, Tino?” emoticon senyum.
“Boleh, asal kamu bangunin aku. Harus telepon nggak boleh sms!” hanya bercanda.
“Misscall aja ya. Pulsa aku udah mepet nih, kaya jalanan Solo, sempit.”
“Janji ya, awas kalo bohong.”

Pukul 11.59 waktu Singapore. Tino tidur di emperan toko yang ada di bawah jembatan layang, miskinnya double, ampe tumpe-tumpe. Pasang headset, denger musik ska, musik dengan beat cepat. Selamat malam hari, sampai bertemu esok.

***

Di depan rumah berlantai 5, Tino berdiri. Memandangi gelap malam dan ditemani dingin angin. Tak berbintang dan tak bernyanyi, berdiri. Di depan ia pandangi cahanya biru membentang, membentuk cembungan besar, besar sekali. Menyilaukan mata siapa saja di malam itu. Suara yang dihasilkan dari kilatan cahaya berwarna biru sangat keras, mempekak telinga manusia di sana.

“Allahu akbar!!!”
“Cahaya apa itu?” semua mata menunduk melihatnya, tak sanggup memandang. Hingga posisi mereka sejajar dengan tanah yang mereka injak.

Penampakan cahaya biru itu berulang hingga lima kali. Memekakkan telinga lima kali juga.

Pesan masuk,
Bangun. *nada dering pesan membangunkan Tino*

*suara menekan tombol telepon*
*tit tit tit bukan alat kelamin pria tapi suara menekan tombol handphone. Bukan juga tut tut tut karna itu nama temen Tino.

*******44550 kemudian yess atau oke, pulsa lokal.

“Linda, aku mimpi buruk.”
“Mimpi buruk tentang apa?”
“Aku mimpi melihat cahaya warna biru, aku lupa mimpi apa tadi, pokoknya serem banget.”
“Kamu udah sahur?”
“Ya udah, ditinggal sahur dulu gih!”

*telepon terputus*
*menekan nomor telepon seperti tadi*
*telepon tersambung*

“Kamu mau nggak nanti buka bareng sama aku?” meski Tino ada di Singapore tapi dia siap datang ke Indonesia.
“Aku nggak bisa, Tino.”
“Aku yang bayar deh, gimana?”
“Tetep nggak bisa, Tino.”
“Kenapa?”
“Nanti pacar aku marah.”
“Kita kan hanya temen, hanya sebagai temen.”
“Tapi pacar aku nggak ngebolehin.”
“Anggap aja ini sebagai traktiran biasa aja, Linda. Seperti seorang teman mengajak temannya makan, udah gitu aja nggak lebih.”
“Tetep nggak bisa, Tino. Aku minta maaf.”
“Baiklah, kamu bisanya kapan?”
“September tanggal 5?”
“Itu kan barengan sama ulang tahun kamu?”
“Memang.”
“Maksudnya apa?”
“Aku maunya kamu ngajak aku makan sekalian sama pacar aku.”
“Tapi aku nggak bisa kalo ada pacar kamu.”
“Berarti aku juga nggak bisa menerima tawaranmu, Tino. Maaf.”

*telepon terputus*

Tino menjalankan puasa hari itu dengan lancar hingga buka, dengan tulus karena Allah subhanahu wata’ala, tanpa ada maksud dan tujuan dari mencintai manusia. Sepertinya mimpi itu telah menggugah hati Tino. Soal Tino memaksa buat buka puasa dengan Linda hanya sebatas permintaan seorang teman kepada temannya, yang sudah tak lama jumpa.
Linda, masih setia dengan pacarnya, sebentar lagi dia menikah. Dia nggak akan menerima tawaran dari siapa pun laki-laki di luar sana untuk makan malam, bahkan dari Ahmad Fathanah sekali pun, tanpa sepengetahuan dari pacarnya.

5.19.2013

Raden Said


Setelah ketahuan merampok bahan makanan yang ada di gudang kerajaan Tuban, Raden Said mendapat hukum rajang di tangan oleh Tumenggung Wilatikta, ayahnya sendiri. Hati Raden Said sangat gusar melihat penderitaan rakyat Tuban saat itu yang serba kesusahan dan hidup dalam keadaan miskin akibat penarikan pajak dari pihak kerajaan Tuban yang terlalu tinggi, tanpa mempedulikan musim itu sedang paceklik.
Dengan kondisi tangan yang hampir melepuh akibat dirajang ayahnya sendiri karena terbukti mencuri bahan makanan di gudang, Raden Said merasakan sakit luar biasa. Ia hanya merenung di kamar seorang diri. Sampai ia membawa rasa sakit itu hingga ke alam tidur. Dalam tidurnya, Raden Said bertemu dengan sosok kakek tua berpakaian serba putih sambil membawa kembang wijaya kusuma di tangan kakek tua itu. Diberikannya kembang itu kepada Raden Said tanpa menjawab pertanyaan yang diajukan Raden Said, “Siapa anda tuan dan apa maksud anda memberikan bunga ini?”

Dewi Nawangrum, ibu Raden Said mendengar igauan anaknya itu lantas mendatangi kamar Raden Said, “Bangun anakku.. kenapa kamu mengigau seperti itu?”
“Ibu.. tadi saya bermimpi bertemu seorang kakek tua berpakaian serba putih lantas kakek tua itu memberikan bungan ini. Apa maksudnya dan siapakah kakek tua itu ibu?”
“Nak Said, lihat tanganmu, sudah sembuh.”
“Kenapa ini?” Raden Said kebingungan sendiri. “Siapa sebenarnya dia ibu?”
“Dia itu eyangmu nak, Tumenggung Ranggalawe.”

Esok harinya, Raden Said berpamitan kepada Ayah, Ibu dan adik perempuannya untuk berkelana.

Dalam perjalanannya itu Raden Said kembali merampok harta dari orang-orang kaya yang pelit dan kikir, yang tidak mau bersedekah dan kemudian membagikan setiap hasil rampokannya itu pada rakyat miskin di daerah rampokan. Pada suatu saat Raden Said menjumpai segerombolan perampok di daerah itu. Raden Said mencoba merampas hasil rampokan dari gerombolan itu untuk kemudian dibagikan pada rakyat miskin. Gerombolan itu melakukan perlawanan pada Raden Said, hingga terjadi perkelahian sengit. Dalam melakukan aksi merapoknya, Raden Said selalu menggunakan pakaian serba hitam dan dengan penutup kepala hitam juga, sehingga identitsanya tidak diketahui.

“Siapa kamu anak sialan, beraninya memalak kami.. kamu belum tahu siapa kita?” teriak kepala gerombolan perampok itu.
“Kamu belum tahu siapa saya? Saya Lokajaya.” Raden Said menggunakan nama Lokajaya dalam setiap aksi merapoknya, agar tidak diketahui sejatinya dia, yang sebenarnya anak seorang Tumenggung Wilatikta, Adipati Tuban.

Dalam perkelahian itu, walau Raden Said sendiri, namun bisa mengalahkan gerombolan perampok itu. Hasil jarahan rampok pun berpindah tangan dan Raden Said meminta agar gerombolan rampok itu untuk berhenti merampok dan menyuruh mereka segera bertaubat. Permintaan itu tidak disanggupi gerombolan rampok, namun melihat kondisi mereka yang sudah babak belur, memaksa mereka harus menuruti saja perintah Raden Said.
Gerombolan rampok itu pun menyusun rencana balas dendam karena Raden Said telah mengambil hasil rampokan mereka. Pakaian serba hitam yang dikenakan Raden Said dalam menjalankan setiap aksinya ternyata menjadi ide untuk menjebak Raden Said sendiri. Semua gerombolan perampok itu memakai pakaian serba hitam sama seperti yang digunakan Raden Said. Dalam rencana penjebakan itu gerombolan perampok memperkosa seorang janda kembang desa, beberapa perampok berjaga di semak-semak untuk menjaga situasi. Janda kembang itu berteriak minta pertolongan, “Tolong.. tolong..” mendengar ada suara orang minta pertolongan, Raden Said segera datang. Beberapa warga sekitar yang kebetulan berada di sekitar gubuk yang ditempati janda kembang segera berbondong-bondong datang. Saat gerombolan pengintai melihat kalau Raden Said datang, mereka segera memberi tahu temannya yang mengeksekusi janda kembang untuk segera pergi ke dalam hutan. Ketika Raden Said sudah berada di dalam rumah janda kembang, tak lama berselang warga datang. “Tolong saya.. pria berpakaian hitam itu hendak memperkosa saya.”

Sontak warga yang datang menangkap Raden Said untuk kemudian dibawa ke kerajaan Tuban untuk diadili. Istana Tuban kembali gempar melihat anak Tumenggung Wilatikta, penguasa Tuban tertangkap memperkosa seorang janda kembang desa. Untuk kali ini Tumenggung Wilatikta benar-benar tidak bisa memaafkan kejahatan yang dilakukan anaknya. Tumenggung Wilatikta akhirnya mengusir putranya itu untuk tidak boleh kembali ke wilayah Tuban. Dewi Nawangrum sedih dan tidak percaya kalau yang melakukan pemerkosaan adalah anak kesayangannya, pasti anaknya telah difitnah oleh seseorang. Adik putri Raden Said juga bersedih melihat kejadian itu, dia yakin kakaknya tidak akan pernah berbuat seperti itu.

“Sudah.. sudah, Said. Meskipun kamu anak kerajaan Tuban tapi kelakuanmu itu sungguh tidak mencerminkan sebagai anak raja. Kamu pantas dihukum, pergi dari kerajaan kekuasaan ayahmu ini dan ingat, jangan pernah sekali-kali kamu kembali ke tanah ini sebelum kamu getarkan dinding-dinding kerajaan ini. Mengerti kamu Said?”

Raden Said hanya menganggukkan kepala, menandakan ia sangat menerima hukuman dari ayahnya serta cobaan yang diberikan Allah atas dirinya sebagai pelajara hidup.

Di tanah perantauannya saat ini, Glagah Wangi, Raden Said kembali merampok harta orang kaya yang pelit bersedekah, dan kembali setiap harta hasil rampokannya selalu dibagikan pada rakyat miskin setempat. Lokajaya semakin dikenal di daerah Glagah Wangi, Demak.
Suatu waktu Lokajaya bertemu seorang kakek tua dengan pakaian serba putih tanpa membawa harta benda apa pun, namun yang menarik perhatian Lokajaya untuk merampoknya adalah tongkat yang dibawanya sangatlah berkilau dan memancarkan cahaya, “Pasti itu terbuat dari emas.” kata Lokajaya lirih.

“Berhenti kamu kakek tua. Serahkan hartamu.”
“Harta? Apa yang kamu maksud? Saya tidak punya apa-apa.”
“Jangan pura-pura bodoh kakek tua. Tongkatmu berkilau, pasti itu emas. Serahkan tongkat itu padaku sekarang.”
“Kamu memintaku untuk menyerahkan tongkat ini padamu? Saya sudah tua renta anak muda, lantas bagaimana nanti saya berjalan.”
“Bukan urusan saya. Serahkan tongkat itu atau kamu tidak akan melihat dunia lagi.” Ancam Lokajaya.
“Anak muda, kenapa kamu memaksa sekali untuk memiliki tongkat ini. Padahal di atas pohon aren itu buahnya semuanya emas.” Sambil menunjuk pohon aren menggunakan tangan.

Lokajaya hanya bisa terperanjat melihat pohon aren dengan buah emas. Tak mau lama berfikir, Lokajaya segera memanjat pohon aren untuk mengambil buah aren emas itu. Namun sesampainya di atas pohon aren itu tiba-tiba buah aren emas itu kembali menjadi buah aren biasa. Lokajaya kemudian turun dan mengejar kakek tua itu yang sudah pergi meninggalkannnya sambil berteriak, “Tunggu kakek tua..”

“Ijinkan saya untuk menjadi muridmu, dan maaf, siapakah engkau tuan? Saya Raden Said, putra Tumenggung Wilatikta dari Tuban.”
“Untuk apa kamu menjadi murid ku? Apa kamu ingin menguasai ilmu mengubah buah aren menjadi emas?”
“Bukan tuan. Saya benar-benar bertaubat.”
“Baiklah, Nak Said.” Menghela nafas.
“Bagaimana engkau tahu nama saya tuan?” Said terheran.
“Mungkin kamu tidak ingat Nak Said, saat kamu masih kecil saya sering mengunjungi ayahmu di Tuban. Saya adalah Sunan Bonang.”
“Sunan Bonang? Maafkan saya.. saya benar-benar tidak tahu.”
“Tak apa Nak Said, mungkin saat itu kamu masih kecil jadi tidak begitu mengetahu ku. Baiklah, jika kamu benar bersungguh-sungguh ingin menjadi murid saya, jagalah tongkat ini selama saya pergi ke kerajaan Demak.”

Kemudian Sunan Bonang menancapkan tongkat yang dibawanya ke tanah di dekat sungai. Tanpa bertanya, Raden Said menyanggupi syarat yang diajukan Sunan Bonang. 40 hari sudah berlalu dan Raden Said masih menjaga tongkat dari Sunan Bonang tanpa berpindah tempat, bahkan saat terik matahari menyengat dan hujan turun membasahi, Raden Said masih bertahan, dingin hujan dan dingin malam juga dijalani, hingga lumut mengelilingi sekujur tubuh Raden Said.
Sekembalinya dari kerajaan Demak, Sunan Bonang melihat Raden Said yang masih menunggu tongktanya itu, dengan keyakinan bahwa Raden Said masih di sana. Ternyata benar, Raden Said masih setia menunggu di sana. Bahkan tubuhnya sampai ditumbuhi lumut.
Keteguhan Raden Said menggugah hati Sunan Bonang untuk mengajarinya ilmu tentang perwalian, setelah ilmu agama dan ilmu tentang ketata negaraan yang telah Raden Said dapatkan selama berada di lingkungan kerajaan Tuban.
Setelah dianggap cukup ilmu dari Raden Said tentang kewalian, Sunan Bonang menganugerahkan gelar wali kepada Raden Said, Sunan Kalijaga.
Dalam lingkungan kerajaan Demak yang dipimpin Raden Patah, putra raja Brawijaya V, pemimpin di Majapahit saat itu. Raden Said yang sudah menjadi seorang Sunan Kalijaga itu menunjukkan kepandaiaannya dalam banyak bidang. Sehingga membuat Raden Patah terkesima dan hendak mengangkatnya menjadi penasihat kerajaan.

“Maukah engkau menjadi penasihat ku di kerajaan ini, Sunan Kalijaga?”
Tentu permintaan ini tak bisa ditolak Sunan Kalijaga, “Alangkah bodohnya saya jika tidak menerima permintaan engkau, Raden Patah. Saya mau.”

Sejak saat itu Sunan Kalijaga menjadi penasihat Raden Patah, dan pemikiran-pemikirannya sering menjadikan Raden Patah benar-benar tidak menyesali keputusannya untuk mengankat Sunan Kalijaga menjadi penasihat kerajaan Demak.

Suasana Majapahit yang semakin berkecambuk membuat raja Brawijaya V menanggil seluruh daerah di bawah kekuasaannya, untuk menentukan apa langkah yang harus diambil dalam situasi perang ini. Di sana nampak hadir Adipati Tuban, Tumenggung Wilatikta dan Raden Patah, penguasa Demak, yang juga putra Brawijaya V serta dari beberapa tumenggung daerah kekuasaan Majapahit lainnya. Dalam pertemuan itu, Raden Patah menyempatkan diri untuk mengobrol dengan Tumenggung Wilatikta, ayah dari Sunan Kalijaga.
“Sebagai seorang pemimpin kerajaan Demak, saya sangat senang karena saya mempunyai seorang penasihat kerajaan yang sangat bijaksana, ia bernama Sunan Kalijaga, dia bertitip pesan kepada mu Wilatikta.”
“Saya sangat senang mendengar berita itu Raden Patah. Tapi sebenarnya siapakah dia, kok saya tidak pernah mendengar nama Sunan Kalijaga?”
“Apa benar kamu tidak mengenalnya Wilatikta? Dia itu putramu sendiri, Raden Said.”
“Said, putra saya?” Tumenggung WIlatikta terheran. Anaknya, seorang pemerkosa janda desa, telah menjadi Sunan Kalijaga. “Apa dia benar-benar telah bertaubat? Dia telah menjadi orang hebat di sana.” Dalam hati kecil Tumenggung Wilatikta bahagia.

“Titipkan salam ku padanya Raden Patah. Saya dan keluarga menunggu di kerajaan Tuban.”
“Akan saya titipkan salam mu Wilatikta.”

Sejak hilangnya sosok Lokajaya di daerah Tuban, perampokan semakin merebak kembali. Tumenggung Wilatikta semakin geram dibuatnya dan berencana melakukan razia besar-besaran di daerah Tuban, bahkan sampi ke polosok hutan dan pegungunan tak luput menjadi sasaran Razia.
Damal razia yang dilakukan kerajaan Tuban, terjaring gerombolan yang telah menjebak Raden Said. “Hei kalian.. kenapa kalian memakai pakaian serba hitam dan menggunakan penutup muka?” bentak Tumenggung Wilatikta pada gerombolan.

“Ampuni kami tuan, kami hanya mencuri tuan, jangan bunuh kami.”
“Kenapa kamu tidak menjawab pertanyaan ku tadi? Kenapa kalian memakai pakaian serba hitam?” Suara Tumenggung Wilatikta semakin keras membentak.
“Ampuni kami tuan, kami hanya meniru cara berpakain Lokajaya tuan.”
“Kenapa kalian meniru cara berpakaian Lokajaya?”
“Kami meniru Lokajaya supaya kami lebih ditakuti tuan.”
“Kalian tahu kan siapa Lokajaya itu?”
“Tahu tuan. Lokajaya itu adalah putra engkau, Raden Said”
“Lantas kenapa kalian menirunya?”
“Kami hanya ingin membalas perbuatan Raden Said tuan, yang telah mengamibil hasil rampokan kami dan membagikannya pada rakyat miskin.”

Betapa mulianya hati Raden Said terhadap orang miskin. Raden Said rela namanya tercemar sebagai pencuri, padahal Raden Said putra seorang tumenggung, hanya untuk membantu rakyat miskin yang tidak bisa makan.
Dalam suasana Tuban yang tak menentu, bahkan sampai pagi, Tumenggung Wilatikta dan dan istrinya, Dewi Nawangrum harus begadang sampai pagi untuk memikirkan nasib rakyat Tuban. Tiba-tiba dinding-dinding kerajaan Tuban bergetar, diiringi lantunan ayat-ayat Qur’an. Suara itu sepertinya tak asing ditelinga Dewi Nawangrum, suara Raden Said sangat merdu.

“Suara apa itu ayahanda? Apa engkau mendengarnya?” Dewi Nawangrum.
“Iya, istri ku. Saya mendengarnya.”
“Suara siapa itu merdu sekali lantunan ayat-ayat Qur’annya.”
“Entah istriku. Saya juga tidak mengetahuinya.”

Dewi Nawangrum tiba-tiba teringat janji suaminya, sebelum mengusir putranya dari tanah Tuban. Bahwa Raden Said belum boleh kembali ke tanah Tuban sebelum Raden Said menggetarkan dinding-dingding kerajaan Tuban.

“Apakah kamu ingat akan janjimu saat hendak mengusir Nak Mas Said dari tanah Tuban dulu?”
“Janji yang mana?” Tumenggung Wilatikta terlihat lupa akan janjinya dulu, yang sebenarnya hanya gertakan pada anaknya.
“Dulu kamu pernah berkata, kalau Nak Mas Said belum boleh kembali ke tanah Tuban sebelum ia bisa menggetarkan dinding-dinding kerajaan ini.”

Meskipun hanya suara Raden Said yang datang, sudah menggambarkan ketinggian ilmu Raden Said, Sunan Kalijaga.



 Sunan Kalijaga