4.21.2014

mie ayam bakso



waktu masih bareng.. uhuk.. bareng sama pacar dulu. kita sering (kadang deh) makan bareng. nyari tempat makan bakso yang sekaligus ada jual mie ayamnya. saya pesen bakso, dia pesen mie ayam. selalu begitu. saya suka bakso. dia suka mie ayam. begitu seterusnya.

pesenan udah di atas meja. saya selalu lebih dulu mengambil ancang-ancang buat naburin sambel sebanyak mungkin ke atas mangkok bakso. dan dia tidak sedikit juga menyentuh mangkok sambel. dia tidak suka sambel dan saya cinta banget. cinta tidak pake alasan. cinta perlu tindakan. cinta tidak kenal perbedaan.

dan sekarang (udah lama keles) saya udah tidak bareng dia lagi. saat rindu masa-masa berdua itu dateng. saya sering makan mie ayam cuma buat mengobati rasa kangen itu. tentu dengan menaburkan banyak sambel di atas mangkok mie ayam. analoginya, mantan pacar sama dengan mie ayam. mungkin dia juga melakukan hal sama di sana. makan bakso dengan harapan mengobati rasa rindunya padaku. dia makan bakso tanpa sambel dengan pacar barunya.

libur telah tiba



sudah wajar kalau Jogja macet pas liburan.
aku jadi malas ke luar kosan. mending baca buku sambil ngopi. Jogja menjadi tujuan wisata orang yang bermukim di kota besar. menghindari kemacetan. namun apa, di tujuan wisata ternyata macet juga. beda tempat sama macetnya. apa guna liburan dong. mending di kosan sambil baca buku.

salah seorang teman mengajak nonton reggae party. kami sepakat janjian di sebuah cafe. aku harus menerjang beberapa kemacetan jalan. seperti biasa, aku selalu mencari denah lokasi yang belum aku tahu dengan mencari di google. maklumlah. sekali tiga kali salah jalan itu biasa. tempat janjian sudah terlihat. setelah memarkirkan motor, aku mencari minum di pinggir jalan. selagi nunggu pikirku. waktu terus berlalu. gerimis pun datang. teman yang diajak janjian tak kunjung tiba. aku memutuskan masuk ke cafe daerah taman siswa. duduk di kursi depan dekat pintu masuk. aku keluarkan handphone dari saku celana berharap ada pesan dari teman yang ditunggu. tak ada pesan. menunggu itu membosankan. kata siapa?

ini pertama kali aku mampir ke tempat ini. tak ada yang spesial. mungkin karena aku baru ke sini. belum kenal dan entahlah. aku hanya menunggu seorang teman. janji itu hutang. siapa yang memberi dan membayar hutang di sini. bisa jadi ke duanya harus membayar karena berjanji. dan aku sudah membayar itu karena aku sudah sampai di tempat janjian. lalu bagaimana bila janji itu tak dibayar? 90 menit sudah aku di sini. tempat baru ini.

aku bosan. dua. mula-mula satu perempuan manis menghampiri. peremuan itu menyapa terlebih dulu. suaranya khas sekali. agak cempreng menurut aku. terus ingin mengajakku bicara. aku menanggapi seadanya. siapa juga yang bisa langsung dekat kalau belum saling kenal. kita belum saling kenal. tiba-tiba dia ingin mengajakku ngobrol. perempuan itu cakap sekali membuatku membuka mulut. akhirnya aku membalasnya. selagi menunggu teman.

tak tahunya aku sudah lebih dari setengah jam mengobrol dengan perempuan itu. selisih setahun. selalu begitu. perempuan yang lebih dewasa selalu asik buat diajak bicara. mereka lebih membuka pikiran. mereka tak banyak menuntut. aku tak fokus dengan obrolan ringan kami. siapa dia? yang jelas dia manis. secara tiba-tiba, aku merasakan sakit pada bagian tubuh bagian belakang. sakit sekali. ada apa ini. perempuan manis itukah penyebabanya? tapi dia belum menyentuhku malam ini, sebatas berjabat tangan.

kumohon jangan bangunkan aku tidur. aku masih ingin lama bermimpi dengan buku dipelukan. dengan cerita di dalamnya.

bintang di langit



semenjak putus dari pacar, aku sangat kesepian. #opoh #curhatopongapusi namun aku mencoba tegar. mungkin posisiku baginya akan terganti. aku harus tetap melangkah tanpa dia. dan berharap di ujung sana ada bitang kecil yang siap kuretas menjadi bintang di langit. hingga pada masanya bintang itu mampu bersinar terang yang menyinari angkasa.

aku selalu berharap kepada Tuhan lewat teman-temanku. agar diberikan seorang teman baik yang tidak menyakiti perasaan. hati yang terluka oleh lidah akan sulit sembuh dibandingkan luka oleh pisau. walau kini tanpamu aku rapopo.

hingga sampai masanya. kita tak dipertemukan selama-lamanya. kekasih hati yang hilang karena mati lebih berarti dari ditinggal pergi karena cinta yang lain.

Ketika sekolah tidak lagi aman


Dulu aku sekolah di desa. Yaelah. Apasih bedanya desa sama kota. Orang kota juga tidak pinter-pinter amat. Yang penting bisa sekolah kalau kita mah.

Sekolahku dulu menyenangkan. Sejauh itu. Teman-teman masih dalam lingkup satu desa. Jadi perbedaan suku tidak jauh-jauh amatlah. Pergesekan itu belum ada. Berangkat jam enam tiga puluh pagi. Pulang jam dua belas siang. Istirahat sekolah maen bola depan kelas. Jajanan ala anak sekolahan tinggal nyebrang jalan doang. Boker tinggal balik rumah bentar. Pokoknya asik dah masa kecil. Berantem kalah ya tinggal nangis. Anak kecil. Wajar.
Tapi kok aku risau. Melihat berita di media sekarang. Tahun 2014. Beritanya udah serem. Anak bunuh orang tua. Anak kecil nyolong. Minta-minta di jalan. Bahkan yang paling membuat bulu kuduk merinding adalah kasus pelecehan anak di taman kanak-kanak sekolah internasional. Dan yang mengherankan, ijin buat menyelenggarakan pendidikan di sana tidak ada. Itu bagaimana ceritanya bisa begitu.
Kalau sekolah tidak lagi aman, yang namanya anak-anak kan emosinya masih labil. Ntar dianya tidak mau berangkat sekolah. Malu sama temen-temen. Diledekin temen dikit nangis. Wajarlah yang begitu, namanya anak. Itu efek psikologisya dibawa sampai gedhe lho. Kamu mungkin masih mengingat satu atau malah lebih peristiwa kecil yang tidak mengenakkan dan dibawa sampe sekarang.
Kalau sekolah tidak lagi aman. Aku kudu piye?

biarlah yang merah tetap merah



media menganalogikan perempuan cantik dengan: putih, langsing, tinggi, rambut hitam panjang. lalu bagaimana dengan mereka, perempuan yang tidak mempunyai kriteria semacam itu?
pergaulan mengatur aturannya sendiri. bisa disebut gaul itu kalau: up to date soal pakaian (pinter nomor sekian), ngomong harus loe gue (bukan harus anak Jekardah). boleh dan tidak dilarang sebenarnya. ini hanya soal penggunaan kata ganti orang.

lalu bagaimana kabar mereka yang nggak putih. nggak up to date soal pakaian. mereka jelek? mereka kurang pergaulan?

sebenernya bahasa itu merupakan sebuah kesepakatan yang hadir di tengah masyarakat. dikatakan ini gelas karena masyarakat menyetujui bahwa benda itu bernama gelas. entah dari mana asal usul penamaan itu. pokoke gelas.

perspektif atau sudut pandang itu layaknya posisi melihat suatu objek. tentu berbeda kalau saya memandang gelas dari depan dan kamu memandangnya dari atas. katakanlah saya dan kamu sama-sama melihatnya dari depan, belum tentu juga penilaian saya dan kamu terhadap gelas itu sama. mungkin saya akan menganggap bahwa gelas itu bentuknya kurang bagus. begitu sebaliknya dengan kamu. apalagi menilai objek yang mempunyai sifat abstrak, kurang jelas. akan semakin berbeda lagi penilaiannya.

karena cantik nggak perlu alasan begitu juga cinta.

biarlah yang merah tetap merah dan yang biru menjadi biru. berbeda itu boleh. bahkan akan nampak indah jika disikapi dengan bijak. pergesekan pendapat pasti akan ada di mana pun itu. yang terbaik yaitu bagaimana menyikapi sebuah perbedaan dengan tidak membeda-bedakan kebaikan.