7.23.2014

cewek matre cowok kere

di luar beragam pendapat, cewek matre dan cowok kere, saya ga mau membahas itu. karena sudah banyak yang membahasnya di luar sana. baik cewek matre dan cowok kere sebaiknya jangan dibuang ke laut. mending dibuang ke Zimbabwe. di sana elu-elu pade bisa cepet kaya dan cepet memuaskan dahaga matre. anak SD (anggap saja setara) aja uang sakunya 1 milyar. bayangin men. 1 milyar. saya yakin seyakin-yakinnya. kalau elu dibuang ke sana, elu ga bakal kere dan matre lagi. lha buat apa. orang kaya.#inisudutpandangku #refleksi

7.18.2014

KOTA TUA



kota tua. "kamu bisa apa? pergilah ke masjid memohon ampunan Tuhanmu!"
KOTA TUA. Meski semakin tua, dia tetap cantik.
kota tua. "kamu perlu tongkat, sayang!" seruku memaksa.

#fiksi #fiksimini #kotatua

7.15.2014

jurus jitu lupa nama



mengingat nama kenalan

"hai.. gue Lodewijk. panggil aja Lodi. nama kamu siapa?" sapa gue.
"Susi. panggil aja Susi."
"oh.."

itulah perkenalan singkat gue dengan perempuan berkumis di terminal sore tadi.

gue termasuk orang yang suka menambah daftar teman, baik di dunia maya mau pun dunia sebenarnya. banyak teman banyak orang yang bisa dihutangin. itulah prinsip gue, sebagai anak kos. nggak becanda.

dan kesukaan gue sehabis kenalan itu lupa namanya tadi itu siapa. suka susah mengingat kalo nggak dicatet di buku, jadi "nama kamu siapa?", "Suuu..", dengan cepat gue memotong, "bentar mbak, saya catet dulu di buku, bentar ya, siapa namanya, sok atuh dilanjut.", "Suuu asukowe yo, kesuwen." proses kenalan pun gagal.

biasana untuk mengingat gue selalu membangdingkan atau menyamakan nama kenalan baru gue dengan mengingat nama teman yang sudah gue kenal sebelumnya. semacam memanggil memori lama. jadi kalau ketemu si susi, dengan cepat memori di otak gue mengingat nama teman lama.

sekali gue pernah lupa mengingat nama kenalan baru, ceritanya lagi papasan di tengah pengkolan "halo.. suuuu" siapa ya namanya, kok tiba-tiba lupa namanya. kalo udah begini ceritanya, nggak lucu juga kalo sampe gue salah sebut dari Susi menjadi Susu. jangan sampe deh. karena, bukan cipika-cipiki yang gue dapet, bisa jadi cipakaki yang menempel di sekujur tubuh gue. oh no!

dan, jurus jitu gue jika sudah masuk dalam situasi seperti itu, gue mengeluarkan senjata, yaitu dengan memanggil sapaan umum, teteh. "teteh, mau kemana? sendirian aja. mau dianter kagak?" bereskan.

seumur jagung



orang sering mengaitkan hubungan yang singkat dengan seumur jagung. tapi tahukah kamu berapakah umur jagung itu?

Jangan coba-coba cari di google atau yahoo setelah membaca ini.

kadang di bawah kadang di atas



numpang curhat teman-teman.
mungkin isi dari tulisan di bawah terkesan menye-menye dan najis. tapi mohon ijinkan saya membagikan kisah ini.

ini masa yang sulit buat saya. saya sekarang punya pacar. perlu temen-temen ketahui saya kenal dia lewat facebook setahun terakhir. sempet suka dan beberapa kali berkirim pesan via inbox yang lagi-lagi nggak dia bales. namun sebulan terakhir kok dia sering like status saya. hal ini yang mendasari praduga saya bahwa dia suka saya. titik. cowok harus tegas, cowok harus memulai. saya pun mutusin berkirim pesan di wall facebooknya. syukurnya dia membalas, kali ini. saya semakin gencar lagi dalam berkomunikasi dengan dia, apa pun jalannya. semua berjalan perlahan. hingga kami pun janjian buat ketemu.
===

Sebelum rencana direncanakan. Dari Yogja, saya memilih naik bus untuk pulang ke Demak, sebelum berangkat Semarang buat ngajak dia jalan. Di rumah hanya ada dua motor, satu punya bokap, satunya lagi punya kakak. Pagi hingga sore kedua motor itu nggak ada di rumah. Saya harus menunggu salah satu atau keduanya markir di rumah. Motor kakak lebih dulu nyampe rumah, saya pun meminjamnya. Jujur, saya kurang mahir dalam mengendarai motor kopling, modalnya bismillah sama nekat saja.
Pas sebelum berangkat, bokap datang dan sempat menawari motornya untuk saya gunakan, karena motor bokap matic. ‘Kamu belum mahir pakai kopling, pake ini sajalah.’
Namun, himbauan bokap saya hiraukan. Dengan memakai motor cowok bisa meningkatkan gengsiku di depan perempuan, pikirku saat itu. ‘Kenapa mainnya nggak besok aja, ini udah sore?’ himbau bokap. Lagi-lagi saya mengindahkan sarannya. Hari memang sudah sore, mendekati waktu berbuka. Hanya saja, saya sudah ada janji dengan teteh, sore hari saya akan sampai Semarang, itu janjiku.
Waktu tempuh Demak ke Semarang dalam kondisi lancar memakan waktu satu jam, pada kenyataannya jalan Pantura lagi dalam peremajaan menjelang lebaran. Aneh, menjelang puasa dan lebaran seakan menjadi musim kawin bagi peremajaan jalan. Kenapa nggak pas di lain waktu itu? Kan macet kalau orang pada mudik.
Tak sampai 10 kilometer dari tempat saya menaiki motor, hujan pun turun dengan derasnya. Saya terpaksa menepi di gubuk warga pinggir jalan, biasa orang menaruh padi hasil panen. Di sana saya bersama beberapa pengendara yang lupa dan malas membawa mantel. Saya terlalu acuh dengan istilah, sedia mantel payung sebelum hujan.
Setelah menunggu sesaat, ada kira-kira lima belas menit, saya melanjutkan perjalanan padahal hujan masih turun. Mau bagaimana lagi, saya sudah janji. Sepanjang jalan, dingin yang dirasa seakan kalah dengan rencana pertemuan pertama kita. Benar, ini kali pertamanya kita bertemu. Sejujurnya saya belum menyimpan nomor ponselnya, jadi selama ini kita hanya bertukar pesan lewat inbox facebook. Jadi kalau sekarang saya berkirim pesan, bisa jadi paling cepat dia membalas pesan saya 5 menit lagi dan paling lama besok. Jangan dulu untuk hal yang nggak pasti itu. Ini memang salah saya. Saya beranggapan bahwa meminta nomor ponselnya secara langsung akan lebih baik. Pikirku.
Ternyata nggak. Hujan bergantian antara deras dan rintik-rintik. Saya terpaksa membuka helm bagian depan, karena air yang turun dari langit terlalu banyak hingga menutupi bagian depan helm dengan air yang menyebabkan embun. Belum lagi kacamata minus saya ikut ngembun. Saya harus tahan angin dan rintikan air hujan yang menusuk bukan hanya pada bagian muka, tapi ke seluruh badan. Saya menggigil di atas motor. Menahan rindu. Sampai di daerah Kaligawe, Semarang, saya sempat panik. Kaligawe merupakan daerah rawan banjir saat hujan. Tinggi air bisa mencapai lutut orang dewasa. Benar nyatanya, di sana banjir, membuat macet jalan orang yang ramai pulang dari pabrik.
Syukurlah, kekhawatiran saya tidak menjadi. Motor nggak macet di jalan. Berhubung sudah dekat, saya menyempatkan diri rehat di minimarket setempat. Membersihkan sisa lumpur yang kali-kali aja nempel dan kembali berkirim pesan lewat facebook ke dia kalau saya bentar lagi nyampai. Sayangnya, ponsel saya kena air dan nggak bisa dipakai untuk sementara waktu. ‘Aduh, gimana ini?’ saya menunggu hampir lama di minimarket, menunggu reda sekaligus biar baju serta celana yang saya gunakan nggak basah-basah banget. Hari semakin larut. Pukul 7 malam. Perjalanan memang memakan banyak waktu, macet di jalan nggak akan pernah bersahabat dengan hujan deras di malam minggu untuk ngajak nonton perempuan. Saya masih berfikir positive, jam 9 masih ada jam terakhir buat nonton. Nggak perduli nanti di dalam gedung bioskop, bukannya hal romantis yang didapat, malahan kedinginan karena celana dan baju basah. Bukankah, hal ini amat kecil untuk dikalahkan oleh rasa cinta.
Dari sudut lain, saya melihat dua pria berdiri di emperan minimarket, saya pun memberanikan diri untuk meminta bantuan. ‘Mas, ada facebook nggak? Boleh minta tolong pijam sebentar.’ hujan deras membuat kulit di bagian muka saya berkerut, membuat saya terlihat lebih tua.
‘Buat apa, Mas?’
‘Ini, ponsel saya mati, tadi kehujanan. Buat kirim pesan lewat facebook ke temen saya.’
‘Oh. Boleh, Mas.’ Salah satu dari pria itu menawarkan ponselnya. Saya segera memberi alamat email facebook dan password facebook.
‘Mas, passwornya bisa nggak disimpen kan? Hehe.’ Gurau saya penuh harap. Jangan deh sampai akun facebook saya dibajak dan pria itu berkirim pesan ke semua teman saya untuk mengirimkan sejumlah uang dengan alasan saya sakit keras dan perlu uang banyak untuk berobat, kan nggak lucu.
‘Ini bisa nggak disimpen kok, Mas. Tenang aja.’ Tenangnya hatiku.
==

Saya kembali melanjutkan perjalanan setelah menunggu hujan benar-benar reda. Saya sampai di dekat kampusnya. Janjian di kampus memang lebih digunakan sebagai ancer-ancer daripada harus janjian di minimarket, tahu sendiri minimarket jumlahnya amat banyak sekarang.
Satu jam berlalu setelah saya menunggu. Dua jam hampir berlalu sebelum dia membaca pesan di facebook. ‘Kamu sudah nyampe? Maaf-maaf, tadi aku maen sama temenku di Tembalang.’
‘Baiklah, nggak apa. Buruan ke sini, udah lumayan lama nih nunggu.’
‘Kamu di mana?’
‘Masih di sekitaran kampus kamu.’ apa saya boleh marah? Nggak boleh. Ini masih salah saya, karena janjian dengan waktu yang nggak tepat waktu dan tempatnya. Saya janjian di ‘daerah kampus’nya dia dengan waktu ‘agak sorean’ bagaimana bisa klop. Anggap saja segala kesalahan waktu dan tempat dan waktu, saya yang nanggung. Jadi, boleh dong kalau dia pergi dulu tanpa memberi tahu saya.
Jadi di mana saya selama hampir dua jam itu? Pentingkah saya menjawab? Saya menunggu di kampusnya menahan dingin. Untung saja ada hiburan gratisan yang menemani, nonton anak-anak fakultas teknik, sepertinya, yang lagi latihan karate. Sisanya diisi dengan melamun dan mempersiapkan kata-kata pertama apa yang akan saya ucapkan. ‘Hai, apa kabar?’, ‘Kamu cantik deh.’, ‘Sepertinya sudah malam, saya pulang saja yah.’
==

‘Aku udah sampe kampus nih. Kamu di mana?’ Sudah sampai.
Mungkin ini yang dinamakan jodoh. ‘Kamu di mananya? Aku deket-deket Masjid ini.’
‘Yups, aku ke sana, kamu tunggu aja situ.’
Perempuan dengan motor matic mendekat ke arahku. Silau lampu yang dipancarkan menyilaukan mata saya. Saya harap itu dia, sudah terlalu lama saya menunggu. Peremuan itu berhenti dan turun dari motornya, memandangi keadaan sekitar. Saya juga turun dari motor yang sedari tadi saya duduki selagi menunggu. ‘Santi, ya?’ sapa saya setengah canggung.
‘Bambang?’ kami pun bergantian mengenalkan nama masing-masing.
‘Udah lama nunggu ya? Maaf, tadi aku ke Tembalang dulu.’
‘Nggak apa, menunggu kadang nggak selalu menyebalkan kok, kalau yang ditunggu itu bidadari.’ Kami berdua tertawa membelah dinginnya malam.
‘Sepertinya acara nontonnya ditunda dulu deh, udah jam segini.’ Sambil meninjuk arloji di lengan kananku. Pukul 10 malam kurang 10 menit. ‘Kamu udah makan? Cari makan dulu yuk.’ Tawarku.
‘Sudah, Mas. Mas kalau belum makan, makan aja dulu.’
‘Tapi, kamu ikut.’ Harap saya. ‘Beneran kamu nggak mau makan? Nambah lagi deh.’ Saya sedikit memaksa.
‘Nggak, Mas. Tadi sudah.’
‘Daerah sini di mana ya yang jual lesehan gitu?’
‘Kurang tahu.’
‘Lah, inikan daerah kamu? Ya, udah deh. Jalan aja dulu. Siapa tahu di pinggir jalan ada lesehan.’
Sampai di warung nasi goreng. Ya, itu yang kami dapatkan di jam segini, mungkin penjual lesehannya lelah. Saya langsung memesan nasi goreng, ‘Kamu beneran nggak mau pesen?’ Untuk pertama kali itulah saya memandangi wajahnya secara utuh, kamu cantik. Untuk ke depannya di antara kita masih malu untuk saling melontarkan pertanyaan. ‘Kamu kehujanan ya tadi?’ Sambil mengelap dahi, saya yang penuh keringat karena kepedesan nasi goreng, bukan karena tetes hujan, itu sudah sejak tadi. Jujur, ini malam indah yang pernah saya habiskan bersama seorang perempuan. Dingin tak selalu membekukan air, dingin hujan bisa mencairkan susana untuk dijadikan bahan obrolan romantis.

Nonton di malam romantis, malam minggu terpaksa ditunda. Kami pun mengagendakan besok untuk nonton. ‘Kamu besok ada acara nggak? Kalau nontonnya diganti besok gimana?’
‘Boleh. Jam berapa?’
‘Sore, gimana?’
‘Ah, panas. Agak malem aja?’ sepakat. Tanpa tawar-menawar.
‘Ngomong-ngomong, makasih ya buat malem ini. Walau singkat, tapi menurut saya, ini lumayan menggembirakan.’
‘Baik. Maaf ya, Mas atas ketidaknyamanannya.’
‘Kan, sudah saya bilang. Ini salah saya kok. Aku anter pulang ya.’
“Nggak usah, Mas.”


Hari kedua di Semarang disambut dengan langit cerah. Angin bertiup lumayan kencang. Saya numpang tidur di kontrakan temen daerah Pedurungan. ‘Ciye yang abis ketemu cewek.’ Iwan meledek saya yang lagi duduk di teras kontrakan.
‘Ciya ciye, dingin tahu semalem.’
‘Cantik nggak dia? Pasti cantik, lihat aja tuh, senyum di bibirmu aja sampe sekarang masih nempel.’, ‘Pokokya kalau sudah jadian, jangan lupa makan-makan.’
‘Kamu mah, baru aja ketemu kemarin. Masak jatah makan udah ditagih, ntar kalau udah resmi jadi suami istri, makan-makan deh sepuasmu.’
‘Suami istri, lama banget dong?’
‘Ya, makanya doain aja, biar cepet nikah.’
‘Emang kamu udah siapa nikah?’
‘Mana saya tahu, kerja aja belum.’ Saya pun tertawa meninggalkan, Iwan yang masih nggak paham.

Di bawah ini point-point kelanjutan ceritanya.
Rencana kedua. Motor mogok tiba-tiba di malam minggu, di mana bengkel tutup lebih awal. Apa hubungannya coba, malam mingu dengan bengkel tutup lebih awal. Sepertinya ada. Saya pun menjumpainya di hari ke dua seperti yang terjadi di hari pertama. L
Akhirnya kami nonton di hari ketiga pertemuan. Keluar dari gedung bioskop dengan kepala miring ke kanan, itu dia, kalau yang miring ke kiri itu saya. Bukankah itu romantis? Anggap saja begitu. Karena kita duduk di bangku paling depan. L
===

sebulan terakhir banyak peristiwa besar terjadi secara bersamaan yang menguras hati dan perasaan. Point pertama, saya lagi menyelesaikan skripsi. Point kedua, ini bebarengan dengan musim piala dunia Brasil. Point ketiga, ini tahun politik pilpres. Point keempat, bulan suci ramadhan. Point kelima, saya punya pacar baru, sumpah pada point nomor lima ini saya paling seneng.

apa hubungan dari kesemua itu?

entah kenapa pada pilpres 2014 saya dukung jokowi secara terang-terangan di media sosial. menurut saya, dia orang baik walau secara pibadi saya belum pernah ketemu doi. nggak dipungkiri juga, doi punya kekurangan. saya menilai saat itu jokowi merupakan capres yang baik, melihat lawan politiknya saat itu. point 3.

pada tahun yang sama saya harus menyelesaikan skripsi . dengan opsi (kalau di kampus saya) bergabung dengan orang lain untuk membuat sebuah team produksi. jadi di kampus saya itu proses kelulusan selain mahasiswanya diwajibkan membuat skripsi juga dibebankan membuat karya adusio visual. Tuhan lagi baik sama saya jadi saya juga dipasangkan dengan orang baik dalam team nantinya. jadi temen satu team saya (pendukung lawan politik yang saya dukung) ditakdirkan masuk team. itulah kabar baiknya. offroll selama proses pembuatan skripsi sering kali di antara kita melempar kata saduran yang kita sama-sama tahu bahwa itu gojek. tetap saja gojek itu menimbulkan pergolakan kecil dan untungnya nggak mengganggu berjalannya kegiatan ini barang sedikit pun. justru itulah bumbu yang akan kita hirup kembali kelak saat lulus. point 1.

kebayang ngerjain skripsi dari sore higga larut malam. paginya bimbingan ke dosen. sore lagi, malem lagi, siaran bola pun datang. saya harus memilih di sini. dan saya pun fix milih siaran bola. skripsi keganggu. point 2.

saya punya pacar. itu kabar gembira dan menggembirakan buat saya dan temen-temen saya satu jurusan tentunya, yang selama ini menganggap saya gay, dan ternyata iya, dan baru sembuh. astaga naga. tidak! saya normal kok cyin.  komentar datang dari berbagai teman, 'akhirnya lu laku juga.' sial. antara terharu dan senang. senistakah saya jomblo selama ini? namanya orang pacaran, kadang di bawah kadang di atas pasang surutnya. kadang telponan sambil nyanyiin lagunya Raffi yang 50 tahun lagi. saya yakin lima tahun lagi (saja) dan saya melakukan hal serupa saya akan muntah darah dan mimisan extratos. alay juga gaya pacaran saya.
pria bisa menukar senjatanya tapi tidak untuk hatinya. saya rela melakukan apa pun buat pacar saya. mau bagaimana lagi, pas lagi ngambeg-ngambegkan. suasana hati lagi kacau. dalam cinta, cokelat bisa jadi tahi dan tahi nggak bakal bisa jadi cokelat. dia saya sms kagak bales, telepon nggak diangkat. aku kudu piye tweeps? point 5.

Saya selalu malas menghabiskan ceritanya. Maafkan saya pembaca. ingatkan saya buat menuntaskan tulisan ini jika kamu sudah membacanya sampai sini. Dan mention ke twitter saya @begsetiawan
Terimakasih. :*