Sendal
yang tertukar. selepas sholat jamaah ashar di masjid deket gubuk, papah nggak
lagi mendapati sendal hitam tebalnya di parkiran sendal. Papah hanya mendapati
sendal hitam tipis kesepian di parkiran, yups, dia jomblo. Nggak ada sendal
lain di sana karena jamaah lain sudah pulang.
Beberapa
dialog di bawah mungkin terlihat absurd,
mohon dipertimbangkan masak-masak kalau-kalau ingin lanjut membaca!
Papah
terpaksa memakai sendal hitam tipis itu, dengan sedikit berat hati. Di tengah
jalan pulang, papah mendapati sendal miliknya dipakai oleh seorang bapak tua
yang menjadi imam sholat tadi. Muka tuanya membuat iba, membuka prasangka,
mungkin bapak tua itu sudah lupa, mana sendal tipis, mana sendal tebal, karena
keduanya sama-sama berwarna hitam. Papah berfikir, sendal itu di kaki yang
tepat, untuk sementara. Papah menyakinkan diri bahwa, bapak tua itu ingin
merasakan bagaimana saat sandal miliknya masih tebal, nggak seperti sendalnya
saat ini yang tipis, rapuh, mudah tertusuk kerikil kecil.
Papah
berharap bapak tua itu hanya memakainya untuk sementara dan akan mengembalikan
pada jamaah berikutnya. Umur bapak tua itu sekitar 69 tahun, ini diindikasikan
dengan gaya bicaranya yang mulai belepotan antara ngomong dan kumur-kumur. Bapak
tua itu nggak sendirian, dia bersama jamaah lain yang sama-sama sudah tua. Rajin
ibadah nggak harus menunggu tua, tapi, bapak tua itu telah menunjukkan sebuah
konsitensi.
Kalau
rajin ibadah bisa diraih sejak muda, kenapa harus menunggu tua.
‘siapa
yang menang semalem?’ tanya bapak tua satu pada yang lain. Dari sini saya yakin
dan percaya, bahwa sepakbola telah menyatukan semuanya. Cintaku sama teteh juga
karena bola. Kami sama-sama pendukung Italy. Hehe.
Jamaah
berikutnya sudah tiba, magrib. Papah datang seperti biasanya, namun belum
mendapati sendal hitam tebal di sana. Sebelumnya pipih pernah melihat sendal
hitam tipis itu di parkiran, hanya pipih tak pernah menyangka ‘sendal’ mereka akan
tertukar, baru kemarin saja. Papah mengetahui pemilik sendal itu, hanya baru
kemarin juga. Pernah sebelumnya pipih khawatir akan tertukar, namun baru
kejadian. Sesuatu yang hampir mirip lebih mudah tertukar daripada hilang,
sendal misalnya, terkecuali kalau sendalmu lebih bagus.
Akhirnya
waktu menunjukkan kekuatannya. Setelah dzikir dengan terburu, diselipi keresaan
akan materi dunia, mengingat Allah pun jadi nggak tenang. Astaghfirullah.
Berharap sendal hitam tebal itu telah ada di tempat biasa, menoleh di sekitar
jamaah yang lain, bapak tua itu alhamdulillah juga ada, di pojok ruang masjid.
Papah ingin mengambil dan mengganti sendal lama dengan penuh harap, berharap
bapak tua itu nggak bersedih setelah mendapati sendal tebal hitam bukan
milikknya kembali menjadi seperti dulu. Misi berhasil.
Papah
memilih parkiran sendal lain dikemudian hari. Pelajaran hari ini amatlah
berarti. Ambil hikmahnya saja. “Lubang yang sama terlalu dalam dan lebar untuk
dimasuki lagi.” BS