Saya mengenal
kampus penyiaran saya saat ini dari adik ponakan saya. Dia udah lebih dulu
terjun di dunia penyiaran. Ia lulusan sekolah penyiaran di Jakarta beberapa
tahun sebelum saya. Jadi dia benar-benar tahu sekolah penyiaran mana yang
sekiranya bagus buat saya yang saat itu memang sedang mencari sekolah penyiaran
dan juga setelah ditolak-beberapa perguruan tinggi negeri. Mudah-mudahan ini
jalan yang diberikan oleh sang pencipta kehidupan buat hidup saya.
Anak ipa yang
mencoba mendaftar di ilmu social politik namun belum menemukan peruntungannya. Sekolah
penyiaran bisa jadi pilihan lain terbaik saat itu.
Sesuai yang
saya tahu tentang kampus saya ini. Kampus saya berada di bawah lingkup departemen
komunikasi dan informasi Indonesia. Banyak yang tidak bisa menolak anggapan
bahwa inilah kampus penyiaran terbaik saat ini. Sarana penunjang belajar yang
memadahi. Alat yang diimpor langsung dari Negara sakura telah membuktikan
kualitasnya sebagai kampus terbagus pada bidang penyiaran.
Kampus saya
berada di jalan magelang kilometer 6 (enam) Yogyakarta. Dan hanya ada satu wilayah
kampus yang berdiri atas nama sekolah tinggi multi media mmtc. Banyak teman
kuliah dan teman main yang mengira bawa tempat saya mencari ilmu itu lebih
mirip dengan sebuah pabrik pemerahan susu sapi atau dengan pabrik jenis lain
sesuai anggapan mereka dibandingkan dengan kampus penyiran. Secara sekilas dilihat
dari luar memang menampakkan hal begitu. Pemandangan berbeda akan anda temui
saat sudah memasuki wilayah kampus. Lihat sendiri dan percayalah bahwa ini
benar-benar kampus bukan pabrik susu.
Kampus saya
meski sudah mempunyai nama di kalangannya sendiri, dunia penyiaran. Namun kampus
ini tidak begitu dikenal masyarakat luas. Bahkan masyarakat Jogja sendiri tidak
banyak yang tahu mengenai hal ini. Tapi apa gunanya mereka tahu. Toh tidak akan
berpengaruh apa-apa. Bagian terpenting bahwa masyarakat penikmat penyiaran
mengerti dan faham keberadaan kami ini.
Namun ketidak
tahuan ini telah membuat sedikit dari mahasiswanya yang minder akan status
mereka itu.
Memang di
dekat kampus saya itu ada sebuah pusat perbelanjaan grosir besar di Jogja. Serta
ada sebuah proyek jembatan layang yang sedang dibangun.
Tidak
mengenakkan dan sedikit mengganggu di hati saat ibu-ibu muda entah siapapun itu
sedang berbelanja di indogrosir kemudian datang dan menanyakan kampus. “Kamu
kuliah di mana dek?”
“Di mmtc buk,”
“Mmtc itu di
mana ya? Kok saya ngga tahu ya dek,” indogrosir kan ada di jalan magelang juga,
bagaimana sih ibu?
“Itu bu,, yang
di jalan magelang,”
“Dari
indogrosir mananya?”
“Di depannya persis
bu.”
Ternyata indogrosir
Jogja lebih dikenal masyarakat luas dibandingkan kampus saya. Padahal mmtc
sudah lebih dulu dibangun daripada pusat perbelanjaan itu. Mmtc sudah ada sejak
tahun 1985 sedangkan indogrosir tentunya baru beberapa tahun belakangan. Semakin
menambah kekhawatiran itu jika ada orang yang menanyakan kredibilitas kampus
saya setelah dibangunnya fly over Jombor. Semakin tenggelam oleh bayang-bayang indogrosir
dan fly over.
Tekanan batin
yang diterima mahasiswa mmtc juga semakin meluas pada arah yang sebenarnya
tidak ada sangkut pautnya dengan permasalahan kampus. Asmara. Dalam hal asmara pun
kaum kita sering dipojokkan.
Pernah saya
chatting dengan seorang teman di media social facebook.
Saya mulai
mengetikkan pertanyaan di tab mention.
“Kamu kuliah
di mana?”
“Saya kuliah
di ugm,”,”Kamu sendiri kuliah di mana?”
Dengan sedikit
ragu dan takut akan balasan chat dari saya mulailah saya mengetikkan 4 (emapat)
huruf itu.
“Saya kuliah
di mmtc.”
Beberapa setelah
muncul tanda centang di tab chat, tanda bahwa pesan saya telah dibaca. Benar adanya
setelah chat dengan point penting kata mmtc itu, dia tidak pernah membalas lagi
chat saya.
Pernah lagi,
saat saya iseng maen ke toko buku. Rencananya mau baca sambil cuci mata, di sana
saya melihat adik kelas saya. Saya tahu dia lewat facebook dan dia tidak tahu
saya secara pasti. Kita hanya teman facebook dan belum pernah berteman di dunia
sebenarnya. Saya sudah benar meyakinkan diri bahwa dia memang benar adik kelas
saya di mmtc. Saya mulai mendekati dia untuk pertama bertemu dengan langsung. Apa
yang terjadi saat percakapan kita sudah memasuki kata mmtc sebagai pokok
bahasan. Dia mulai merogoh ponsel yang dari tadi ada di dalam tas dan saya
melihatnya sebagai alibi seolah ada pesan masuk yang mengajaknya segera
beranjak. Dan benar dia pergi seketika. Kan kita satu kampus, kenapa dia harus
malu dengan kampusnya sendiri? Dilain aspek bahwa saya ini jelak. Makasih.
Oke. Lupakan itu sejenak. Bagaimana dengan kue
bandung? Siomay bandung dan batagor bandung? Dagangan itu selalu laris manis ketika
ada kata Bandung yang menguntip di belakangnya. Bayangkan saja nama kota
kembang itu tidak ada di belakang terusan dagangan itu? Belum tentu menjadi
laris.
Iya kan.
Mungkin ini
bisa dijadikan bahan pertimbangan buat mmtc supaya kampus ini bisa dikenal
masyarakat luas dengan menambahkan kata Bandung di belakang kata mmtc. Menjadi mmtc
Bandung.
Padahal mmtc
itu hanya ada satu di Negara ini dan tempat berdirinya di Jogja bukan Bandung.
Saya sangat
senang menuntut pendidikan di sini. MMTC.
1 komentar:
mau tanya nih. tes computer-based yg diujikan untuk calon mahasiswa mmtc itu soalnya yg seperti apa ya?? apa pengetahuan umum atau tentang komunikas?? mohon jawabannya.
Posting Komentar