5.06.2013

Jalan Magelang


Saya mengenal kampus penyiaran saya saat ini dari adik ponakan saya. Dia udah lebih dulu terjun di dunia penyiaran. Ia lulusan sekolah penyiaran di Jakarta beberapa tahun sebelum saya. Jadi dia benar-benar tahu sekolah penyiaran mana yang sekiranya bagus buat saya yang saat itu memang sedang mencari sekolah penyiaran dan juga setelah ditolak-beberapa perguruan tinggi negeri. Mudah-mudahan ini jalan yang diberikan oleh sang pencipta kehidupan buat hidup saya.

Anak ipa yang mencoba mendaftar di ilmu social politik namun belum menemukan peruntungannya. Sekolah penyiaran bisa jadi pilihan lain terbaik saat itu.
Sesuai yang saya tahu tentang kampus saya ini. Kampus saya berada di bawah lingkup departemen komunikasi dan informasi Indonesia. Banyak yang tidak bisa menolak anggapan bahwa inilah kampus penyiaran terbaik saat ini. Sarana penunjang belajar yang memadahi. Alat yang diimpor langsung dari Negara sakura telah membuktikan kualitasnya sebagai kampus terbagus pada bidang penyiaran.

Kampus saya berada di jalan magelang kilometer 6 (enam) Yogyakarta. Dan hanya ada satu wilayah kampus yang berdiri atas nama sekolah tinggi multi media mmtc. Banyak teman kuliah dan teman main yang mengira bawa tempat saya mencari ilmu itu lebih mirip dengan sebuah pabrik pemerahan susu sapi atau dengan pabrik jenis lain sesuai anggapan mereka dibandingkan dengan kampus penyiran. Secara sekilas dilihat dari luar memang menampakkan hal begitu. Pemandangan berbeda akan anda temui saat sudah memasuki wilayah kampus. Lihat sendiri dan percayalah bahwa ini benar-benar kampus bukan pabrik susu.

Kampus saya meski sudah mempunyai nama di kalangannya sendiri, dunia penyiaran. Namun kampus ini tidak begitu dikenal masyarakat luas. Bahkan masyarakat Jogja sendiri tidak banyak yang tahu mengenai hal ini. Tapi apa gunanya mereka tahu. Toh tidak akan berpengaruh apa-apa. Bagian terpenting bahwa masyarakat penikmat penyiaran mengerti dan faham keberadaan kami ini.
Namun ketidak tahuan ini telah membuat sedikit dari mahasiswanya yang minder akan status mereka itu.

Memang di dekat kampus saya itu ada sebuah pusat perbelanjaan grosir besar di Jogja. Serta ada sebuah proyek jembatan layang yang sedang dibangun.
Tidak mengenakkan dan sedikit mengganggu di hati saat ibu-ibu muda entah siapapun itu sedang berbelanja di indogrosir kemudian datang dan menanyakan kampus. “Kamu kuliah di mana dek?”

“Di mmtc buk,”
“Mmtc itu di mana ya? Kok saya ngga tahu ya dek,” indogrosir kan ada di jalan magelang juga, bagaimana sih ibu?
“Itu bu,, yang di jalan magelang,”
“Dari indogrosir mananya?”
“Di depannya persis bu.”

Ternyata indogrosir Jogja lebih dikenal masyarakat luas dibandingkan kampus saya. Padahal mmtc sudah lebih dulu dibangun daripada pusat perbelanjaan itu. Mmtc sudah ada sejak tahun 1985 sedangkan indogrosir tentunya baru beberapa tahun belakangan. Semakin menambah kekhawatiran itu jika ada orang yang menanyakan kredibilitas kampus saya setelah dibangunnya fly over Jombor. Semakin tenggelam oleh bayang-bayang indogrosir dan fly over.

Tekanan batin yang diterima mahasiswa mmtc juga semakin meluas pada arah yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan permasalahan kampus. Asmara. Dalam hal asmara pun kaum kita sering dipojokkan.

Pernah saya chatting dengan seorang teman di media social facebook.
Saya mulai mengetikkan pertanyaan di tab mention.
“Kamu kuliah di mana?”
“Saya kuliah di ugm,”,”Kamu sendiri kuliah di mana?”
Dengan sedikit ragu dan takut akan balasan chat dari saya mulailah saya mengetikkan 4 (emapat) huruf itu.

“Saya kuliah di mmtc.”
Beberapa setelah muncul tanda centang di tab chat, tanda bahwa pesan saya telah dibaca. Benar adanya setelah chat dengan point penting kata mmtc itu, dia tidak pernah membalas lagi chat saya.
Pernah lagi, saat saya iseng maen ke toko buku. Rencananya mau baca sambil cuci mata, di sana saya melihat adik kelas saya. Saya tahu dia lewat facebook dan dia tidak tahu saya secara pasti. Kita hanya teman facebook dan belum pernah berteman di dunia sebenarnya. Saya sudah benar meyakinkan diri bahwa dia memang benar adik kelas saya di mmtc. Saya mulai mendekati dia untuk pertama bertemu dengan langsung. Apa yang terjadi saat percakapan kita sudah memasuki kata mmtc sebagai pokok bahasan. Dia mulai merogoh ponsel yang dari tadi ada di dalam tas dan saya melihatnya sebagai alibi seolah ada pesan masuk yang mengajaknya segera beranjak. Dan benar dia pergi seketika. Kan kita satu kampus, kenapa dia harus malu dengan kampusnya sendiri? Dilain aspek bahwa saya ini jelak. Makasih.

Oke.  Lupakan itu sejenak. Bagaimana dengan kue bandung? Siomay bandung dan batagor bandung? Dagangan itu selalu laris manis ketika ada kata Bandung yang menguntip di belakangnya. Bayangkan saja nama kota kembang itu tidak ada di belakang terusan dagangan itu? Belum tentu menjadi laris.

Iya kan.

Mungkin ini bisa dijadikan bahan pertimbangan buat mmtc supaya kampus ini bisa dikenal masyarakat luas dengan menambahkan kata Bandung di belakang kata mmtc. Menjadi mmtc Bandung.
Padahal mmtc itu hanya ada satu di Negara ini dan tempat berdirinya di Jogja bukan Bandung.

Saya sangat senang menuntut pendidikan di sini. MMTC.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

mau tanya nih. tes computer-based yg diujikan untuk calon mahasiswa mmtc itu soalnya yg seperti apa ya?? apa pengetahuan umum atau tentang komunikas?? mohon jawabannya.