Ngepost lagi ah, udah lama gak nyapa temen2 di
dunia yang katanya maya ini. Oh, maya…Di mana kamu?
Tau gak kalian? Gak tau ya? Makanya sini saya mau
kasih tau. Disimak ya bro.
Tahun ini 2013, semua udah pada tau kan? (buat
yang baca di tahun yang sama).
Saya udah masuk semester enam. ENAM BRO. itu kalo
di kampus saya udah ribet2nya sama kegiatan praktikum yang semakin ngehe, belom
lagi harus mikirin Kerja Praktik (KP) di mana? Mikirin hati ini mau dibawa
kemana? Mau balikan sama mantan atau cari yang lain aja. Ribet.
>> Tiba2 saya keinget tahun 1998. (penulis
malas)
Apa jadinya jika saya menyebut tahun 1998 di benak
temen2?
Reformasi? Soeharto lengser? Ortu kalian nikah?
Emang sih saya gak begitu inga betul tentang tahun
itu, dan peristiwa2 di bawahnya, karna pada tahun segitu kira2 saya masih kelas
dua MI. hanya sana yang masih teringat dalam pikiran saya kala itu; saya masih
kelas dua MI, ibu saya masih jualan di rumah, jahil2nya jadi anak kecil yang ngisengin
(bukan ngisinging. Beda. Ingat itu) anak orang. Sebatas itu. Pulang sekolah
dengan gagahnya nyanyi lagu “Bebek ngorek pinggir kali.” Rame2 sama temen. Ditengan
pulang sambil nyanyi itu, saya dan teman2 berpapasan sama orang banyak, rame
lagi, entah apa saya gak tahu (baru tau kalo itu dulu pada demo 1998) pada
ngapain. Sampe rumah, naroh tas sama sepatu, ganti baju tanpa ganti celana
sekolah, maen sama temen. Cukup sampai situ.
Asik maen sama temen2, lengan saya tiba2 ditarik
sama seorang perempuan untuk diajak bersembunyi, bersama teman yang lain kami
sudah berada di ruangan yang agak sempit, bersembunyi dari (amukan orang tanpa
otak di kepalanya) perusakan rumah oleh orang yang bringas, saya menyebutnya. Rumah
beberapa orang di kampung saya juga ikut dirusak secara kejam dan sadis. Semua isi
rumah dihancurkan, gelas kaca dipecahkan, motor ayah saya dibakar dan dibuang
di sungai depan rumah. Rumah orang tua saya hancur berantakan. Serta beberapa
rumah orang yang dianggap punya kedekatan dengan penguasa kampung saat itu. Meski
tak semua pemilik rumah itu punya kedekatan dengan elite politik kampung. Pengetahuan
saya sebatas itu.
Beberapa saat setelah kejadian keji itu, setelah
suasana kampung dianggap mendekati aman. Saya diperbolehkan pulang ke rumah oleh
perempuan yang menarik lengan baju saya tadi, melihat kondisi rumah orang tua
saya yang baru dirusak ini, rasanya tidak tau mau ngapain. Mau nangis juga gak
ngerti, mau senyum apalagi. Karna saya gak ngerti apa yang barusan terjadi?
Hanya melihat ibu saya yang masih di sana, rumah
yang berantakan, Ibu membersihakan kepingan kaca dan dagangan yang berantakan,
ibu nampak tegar dengan beberapa tetes air mata yang telah ia usap.
Rumah sudah rusak, untung tidak dibakar, karna
kalo dibakar biaya perbaikan akan nambah banyak. Ayah saya di mana saat itu?
Sejak saat itu, saya dan kakak saya harus
mengungsi ke rumah nenek untuk beberapa hari. Ibu menyuruh saya dan kakak pergi
ke rumah nenek, sementara ibu berjaga di rumah.
Untung di rumah nenek ini tidak ikut dirusak,
karna saya dengar2 rumah nenek ini juga hendak dirusak. Karna nenek dan mbah termasuk
pemuka agama yang begitu disegani di kampung, jadi niatan keji itu tidak sampai
di rumah nenek ini.
Nenek saya ini adalah ibu dari ibu saya, mertuanya
ayah.
Sampai saat ini saya masih mengingat peristiwa itu
dengan samar2 di pikiran dan hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar