Adisti
adalah pacar pertamanya Nino. Nino amat mencintai pacar barunya ini.
Masak?
Hari
ini Nino ada janji dengan Adisti untuk bertemu di perpustakaan kampus tempat di
mana mereka menuntut ilmu di jenjang perguruan tinggi, jam 10 siang sehabis kuliah
pertama selesai. Adisti sudah menunggu lama di perpustakaan sendiri. Sambil
membaca buku yang ia ambil di rak bagian novel remaja. Asik membaca ia
mendengar suara yang biasa ia dengar dari Nino, “Adisti sayang.”
Nino
kenal Adisti dari teman mainnya yang juga jadi adik kelas Nino di kampus. Nino
masuk semester enam, dan Adisti baru semester dua. Percintaan antara adik dan
kakak kelas ini berlangsung sederhana. Semua seperti telah direncanakan oleh
Tuhan. Bertemu secara sederhana, hubungan asmara yang sederhana dan hubungan
mereka yang sederhana, singkat.
“Kamu
udah lama nunggu?” Nino yang baru datang nampak capek, nafasnya pucat mukanya
terengah-engah.
“Lumayan,
kelas pagi aku tadi kosong, jadi aku habisin aja di sini sambil baca buku.” Masih
sambil membaca buku.
“Kamu
mau ngomong apa. Kok ngajak ketemuannya di sini?”
“Tak
apa kok sayang. Duduk dulu aja sini.” Sambil mempersilahkan duduk Adisti
menutup buku yang dari tadi ia baca.
Hening sejenak.
“Kok
kamu diem?” Nino heran.
“Aku
pengen kita udahan aja ya pacarannya. Sampe sini?”
“Putus?
Kamu minta putus?”
Adisti
terdiam sambil melihat buku yang tergeletak di atas meja. Seakan memberikan
jawaban iya, saya minta putus. Kita udah tak
cocok.
“Ya
udah.” Hanya itu yang terlontar dari Nino.” Kemudian bergegas. Sebelum ia
bergegas, Adisti terlihat atak menyesali keputusannya.
“Maafin
aku ya, No.”
“Tak
apa kok. Aku fine-fine aja.” Sambil
melontarkan senyum kemudian pergi.
diambil dari google.com
Sejak
kejadian di perpustakaan kampus itu Nino lebih menutup diri dari biasanya. Ia
lebih banyak menulis status di facebook dengan hal yang berbau sedih dan sedih.
Tanpa tawa. Sebelum-sebelumnya ia tak pernah melakukan hal ini.
Cinta
kadang membuat diri seseorang menjadi lebih rapuh, saat itu godaan lebih mudah
masuk.
Setiap
melihat mantan pacarnya di kampus bersama teman-temannya ia lebih memilih
menghindar. Tak mau lagi melihat mantannya itu ada di depan mata. Rasa benci
lebih banyak ia tabur dari rasa suka yang pernah ia kasih dulu-dulu. Di balik
kebencian itu selalu terbesit sedikit rasa sayang yang dalam. Rasa sedih yang
terlalu dalam terhadap mantan pasti juga diiringi dengan rasa sayang yang
terlalu dalam juga. Ia tak mampu benar-benar membenci mantan pacarnya. Namun
dia atak cuek dan benci saja, mungkin itu saja yang ia bisa tunjukkan.
Sebisa
mungkin ia akan menghindar jika dipaksa harus bertemu. Namun, ia sampai saat
ini masih belum bisa menghapus kenangan saat bersama, yang hanya berlangsung
sebentar. Kata-kata romantis saat masih berpacaran dulu belum sempat ia hapus.
Puisi indah itu masih terkenang di hati yang tak terlalu dalam. Ucapan-ucapan
sederhana pengantar tidur juga belum sempat ia hapus. Andai move on semudah yang ia bayangkan.
Sebulan
sudah Nino dan Adisti tak lagi bersama dalam hubungan cinta. Sama kaya usia
pacaran mereka dulu. Tepat hati ini juga untuk pertama kali Nino menghubungi
Adisti lewat pesan singkat. Tak semudah itu kembali membuka komunikasi dengan
mantan. Angel tenan
cuk!
Kadang
luka yang terlalu dalam itu membuat diri kita rapuh. Membuat yang seharusnya
mudah untuk dilakukan terasa sulit, bahkan hanya untuk dipikirkan. Seperti mantan.
Terlalu banyak memikirkan mantan hanya akan membuka lubang yang pernah kita
pendam. Banyak juga orang yang sudah tidak menjalin hubungan namun masih
membuka harapan untuk kembali berama mantan. Andai hidup semudah itu. Boro-boro
minta balikan, nyapa aja susahnya minta ampun.
Makasih Mantan :) Saya akan selalu tersenyum untukmu :)
1 komentar:
Semangat kakak! Kuyakin cintamu akan bersemi lagi dengan cara-Nya yang sederhana di rumah makan Sederhana. (eh?)
Posting Komentar