6.19.2014

Sendal yang tertukar



Sendal yang tertukar. selepas sholat jamaah ashar di masjid deket gubuk, papah nggak lagi mendapati sendal hitam tebalnya di parkiran sendal. Papah hanya mendapati sendal hitam tipis kesepian di parkiran, yups, dia jomblo. Nggak ada sendal lain di sana karena jamaah lain sudah pulang.
Beberapa dialog di bawah mungkin terlihat absurd, mohon dipertimbangkan masak-masak kalau-kalau ingin lanjut membaca!

Papah terpaksa memakai sendal hitam tipis itu, dengan sedikit berat hati. Di tengah jalan pulang, papah mendapati sendal miliknya dipakai oleh seorang bapak tua yang menjadi imam sholat tadi. Muka tuanya membuat iba, membuka prasangka, mungkin bapak tua itu sudah lupa, mana sendal tipis, mana sendal tebal, karena keduanya sama-sama berwarna hitam. Papah berfikir, sendal itu di kaki yang tepat, untuk sementara. Papah menyakinkan diri bahwa, bapak tua itu ingin merasakan bagaimana saat sandal miliknya masih tebal, nggak seperti sendalnya saat ini yang tipis, rapuh, mudah tertusuk kerikil kecil.

Papah berharap bapak tua itu hanya memakainya untuk sementara dan akan mengembalikan pada jamaah berikutnya. Umur bapak tua itu sekitar 69 tahun, ini diindikasikan dengan gaya bicaranya yang mulai belepotan antara ngomong dan kumur-kumur. Bapak tua itu nggak sendirian, dia bersama jamaah lain yang sama-sama sudah tua. Rajin ibadah nggak harus menunggu tua, tapi, bapak tua itu telah menunjukkan sebuah konsitensi.
Kalau rajin ibadah bisa diraih sejak muda, kenapa harus menunggu tua.

‘siapa yang menang semalem?’ tanya bapak tua satu pada yang lain. Dari sini saya yakin dan percaya, bahwa sepakbola telah menyatukan semuanya. Cintaku sama teteh juga karena bola. Kami sama-sama pendukung Italy. Hehe.

Jamaah berikutnya sudah tiba, magrib. Papah datang seperti biasanya, namun belum mendapati sendal hitam tebal di sana. Sebelumnya pipih pernah melihat sendal hitam tipis itu di parkiran, hanya pipih tak pernah menyangka ‘sendal’ mereka akan tertukar, baru kemarin saja. Papah mengetahui pemilik sendal itu, hanya baru kemarin juga. Pernah sebelumnya pipih khawatir akan tertukar, namun baru kejadian. Sesuatu yang hampir mirip lebih mudah tertukar daripada hilang, sendal misalnya, terkecuali kalau sendalmu lebih bagus.

Akhirnya waktu menunjukkan kekuatannya. Setelah dzikir dengan terburu, diselipi keresaan akan materi dunia, mengingat Allah pun jadi nggak tenang. Astaghfirullah. Berharap sendal hitam tebal itu telah ada di tempat biasa, menoleh di sekitar jamaah yang lain, bapak tua itu alhamdulillah juga ada, di pojok ruang masjid. Papah ingin mengambil dan mengganti sendal lama dengan penuh harap, berharap bapak tua itu nggak bersedih setelah mendapati sendal tebal hitam bukan milikknya kembali menjadi seperti dulu. Misi berhasil.

Papah memilih parkiran sendal lain dikemudian hari. Pelajaran hari ini amatlah berarti. Ambil hikmahnya saja. “Lubang yang sama terlalu dalam dan lebar untuk dimasuki lagi.” BS

Tidak ada komentar: