Resiko
menjadi publik figur (pekerja entertaint) itu digosipkan di media, khususnya
infotaintment. Kalau nggak mau digoasipkan ya nggak usah bekerja
diinfotaintment, kata salah seorang presenter program gosip teve. Infotaintment
adalah akronim dari information dan entertaintment, jadi bisa digambarkan
sebagai informasi yang menggelilingi dunia hiburan. Gosip adalah berita yang
kebenarannya belum pasti, bersumber dari desas-desus. Berita yang belum pasti
itu semisal, Apa bener Saipul Jamil kalo boker jongkok sebelah, belum pasti
juga kan. Kalo Saipul Jamil jalan pake kaki itu sudah tentu fakta tak
terbantahkan, kecuali kalo dia alien yang turun dari planet mars. Gosip,
semakin digosok makin sip, makin panas makin hot.
Alat
buat nyebarin gosip itu media. Seiring berjalanya waktu, media punya peranan
yang lebih dibanding masa lalu yang hanya sebagai alat kontrol tingkah laku
pemerintah. Saat ini hal itu telah berkembang sebagai media hiburan, media
mencaci maki lawan politik (apa pun jenis dan motifnya). Infotaintment
digunakan bukan lagi sebagai media penyebaran informasi bidang entertaint.
Media perlu sumber data dalam hal ini pekerja infotaintment sebagai bahan
berita, pekerja infotaintment perlu media sebagai alat pendongkrak popularitas,
kurang lebihnya seperti simbiosis mutualisme. Mungkin sangking kurangnnya bahan
yang berbobot, ada juga media yang mengangkat isu tolol untuk dijadikan bahan.
Raffi Ahmad garuk-garuk kepala aja bisa jadi pemberitaan, terus diadakan
investigasi. Apakah sampho yang digunakan Raffi mengandung bahan berpeledak
sehingga menimbulkan efek kepalanya menjadi gatal.
Kalau
emang nggak mau nampilin sensasi murahan, kan ya nggak usah ditampilin aja sensasi
murahan itu di media. Ingat, media punya hak menampilkan atau enggak
menampilkan sebuah berita. Logikanya kan begitu.
Elu
yang nanyangin sensasi murahan, elu yang ngomel. Tunjukin kualitas elu dengan
menampilkan sensasi yang enggak murahan. Media harus mencerdaskan, bukan
menyuramkan.
Bad
news is good news, Good news is bad news. Mungkin ini yang menjadi alasan, kita
lebih banyak menjumpai berita di teve kita berita tentang pemerkosaan,
pembunuhan, penculikan, terorisme, kerusuhan daripada berita anak singkong yang
berhasil menjadi menteri. Good news is good news. Bad news is bad news. Good
news tetap akan selalu menjadi good news, bad news selamanya menjadi bad news.
Ingat itu para journalis. Hehe.
Jangan
sampai deh, Saipul Jamil nyuci kolor masuk pemberitaan, menjadi bahan di infotaintment.
Siapa
yang nyari sensai kalo gitu? Elu kan media. Kagak usah diliput aja kalo emang
menurut elu itu sesnsasi murahan. Susah amat. Sesederhana itu.
Perlu
diingat, masyarakat juga perlu mengawasi pemberitaan media dengan melaporkan
hal yang nggak sesuai moral dan etika Bangsa ke pihak yang sudah ditunjuk
undang-undang, à KPI (komisi penyiaran Indonesia).