6.04.2013

Lindu Lumah

Ayah Linda seorang guru, pegawai negeri sipil. Ibu seorang rumah tangga. Punya satu adik laki-laki. Satu kakak perempuan. Linda sudah tidak tinggal di rumah bersama kakak, adik serta kedua orang tuanya karena dia melanjutkan sekolah menengah atas di luar kota. Ikut nenek.

Linda kangen sekali dengan rumah saat ia berada di luar kota, Yogyakarta dan Semarang. Linda sekolah di luar kota bukan karena kemauan dia, melainkan sekolah menengah atas favorite di kota dia berada tidak ada yang menerima. Gengsi lebih besar dari minat pendidikan yang muncul saat itu, 16 tahun masih sangat labil dan alay.

Di kota rantau barunya itu, dia mengalami perubahan budaya yang mencolok. Teman bermain, suasana kota, kebiasaan masyarakat setempat.
Salah satu teman di kota Semarang itu bernama, Disti. Perempuan asli Semarang. Dua bulan lebih muda namun dia lebih bijaksana. Dari keluarga biasa saja, tidak kaya dan tidak kekurangan, tidak sedang broken home atau sebagainya.

“Kenapa kamu sekolah jauh dari keluarga? Kamu kan masih SMA.”
“Nggak boleh ya kalau aku sekolah jauh dari keluarga?”
“Boleh kok, Lin.. kamu hebat, masih SMA tapi sudah berani jauh sama keluarga. Andai aku punya kesempatan seperti kamu, jauh dari keluarga, aku pasti nggak betah, pasti rasanya kangen rumah. Hehe” Disti menambahkan tawa di akhir obrolan.

Di tanah Semarang yang jauh dari keluarga pun, tak membuat semangat belajar Linda meningkat, justru sebaliknya. Seakan ada kesempatan banyak untuk bermain, tak ada pengawasan dari orang tua. Kebebasan yang diterima Linda terlalu dini. Ia mengartikan kebebasan menjadi kebablasan. Seperti nggak ada sekat antara belajar dan bermain.

Nggak di rumah bude nggak di sekolahan. Kalau nggak main ke rumah temen ya main di café. Café sering dijadikan Linda sebagai tempat menyendiri yang paling syurgawi. Ratusan menit bisa ia habiskan di sana selama sehari penuh. Bolos sekolah ya terus maen ke café.

Wifi kenceng seperti magnet ampuh untuk membuat Linda tidak melewatkan panggilan hot chocolate vanilla racikan barista café, mas Aang. Download film barat sampai film lokal. Sherlock Holmes dan teman setianya, Dr Watson. Baginya, film Sherlock Holmes merupakan cerminan persahatan yang layak ditiru.

Seharusnya berangkat sekolah jam 7 pagi dan pulang 1 siang. Hal itu tidak berlaku bagi Linda. Perempuan tomboy pantang pulang sebelum jam 7 petang. Kemana saja dia? Kayak nggak tahu saja. Café dan download film.

Linda Lindu Keluarga di rumah. Sayang waktu nggak bisa diputar, apalagi dijilat dan dicelupin. Kenapa Lindu? Karena Linda cilat. Olahraga kesukaannya di SMA ini, itu silat bro. Perempuan suka silat itu macho, macho mundur, itu maju. Linda juga suka dunia comedy, tokoh comedy Jogja yang sangat dia suka, Anang Batas. Meski pun udah tua ((hehe) tapi om-om yang nggak mau dipanggil om ini, maunya dipanggil mas) mas Anang suka sekali plesetan. Bukan plorotan apalagi bermain dengan setan, play itu main, setan itu setan.

Linda nggak naik kelas. Pada titik inilah Linda merasa keluarga dan rumah adalah surga kecil yang dititipkan Tuhan. Pilihan harus dihadapi dan dijalani: orang tua mendukung, mengarahkan dan mendoakan. Sebaik tempat berlabuh itu keluarga.

Linda tumbuh dewasa dari pengalaman binasa.

Melanjutkan di sekolah yang sama, teman lama namun setingkat di bawahnya, semangat baru, move on hati dan kebiasaan buruk. Pindah haluan bisa saja terjadi, namun itu belum tentu. Karna yang saat ini sudah digenggam akan lebih baik dipertahankan dengan perubahan, atau tidak sama sekali.


Tidak ada komentar: