Hari
ini, saya pindah rumah. Rumah baru, suasana baru. Semoga.
Di
rumah baru ini saya menemukan banyak teman. Garasi, lampu taman, kulkas, kamar
mandi. Semoga di tempat yang baru ini, pengharapan akan hari yang lebih cerah
lekas datang. Meninggalkan kenangan rumah lama.
Perkenalkan,
nama saya, Nino. Saya melihat banyak kejadian di rumah baru ini. Di balik pintu
yang tertutup, di balik pintu yang terbuka, pintu yang didobrak. Awal mula dari
fitnah, “Ketika perempuan dan laki-laki yang belum muhrim dalam satu ruangan
tertutup, maka akan menimbukan fitnah.”
Inilah
saya dengan rumah baru. Beragam hiasan menempel di tubuh. Saya mendapatkannya
saat di rumah lama. Saya semakin ganteng, kau boleh menyentuh semaumu. Asal,
anjing kecil di samping rumah tak ada. Saya sarankan hari minggu pagi kau
berkunjung. Karena, itu hari libur anjing kecil.
Pintu
masuk. Pintu kamar tidur, kamar mandi, saya paling suka ruangan baru itu. Hanya
saja saya lebih suka bermain dan melihat kejadian dari balik pintu.
Perbincangan tentang sex, korupsi, rumah tangga yang sudah karam dua kali, juga
kejadian penting lain. Selalu diibaratkan dengan pintu yang didobrak. Itulah
sebab saya lebih suka mengintip dari balik pintu.
Asal
saya dari Kalimantan. Saya termasuk beruntung bisa dengan cepat pindah ke sini.
Pulau Jawa, tanah surga. Karena teman-teman kecil saya yang masih tinggal di sana
tak senasip seperti yang saya alami di
sini. Di sini lebih enak, setidaknya begitu. Apa-apa mudah, mudah, nggak ribet.
Mati juga lebih susah.
Kisah
bisa sampai di pulau Jawa ini amat panjang. Beruntung saya tidak dibakar hidup-hidup
atau dibacok orang di pinggir jalan saat masih di sana. Saya harus menumpang kapal
barang, tidak apa. Asal bisa selamat, pindah tempat.
Saya,
tak jarang dijadikan katalis isu-isu.
Mengintip dari balik pintu. Selama di sini, sudah lima perempuan yang isunya saya
dengar. Gratifikasi sex, tante kesepian, hah. Kesemuanya bercerai karena
perselingkuhan, ditinggal pergi suami, suami jatuh miskin. Isu politik
bercampur perempuan di baliknya. Selalu menarik didengar. Ibu muda yang
diselingkuhi itu tak pernah absen
curhat ke saya. Saya bisa apa, hanya menjadi pendengar yang baik.
Anak
paling kecil dari keluarga pertama yang curhatannya saya dengar, sering
mengajak bermain. Mencoret pipiku dengan cat minyak. Menuliskan kata, Mama Papa
Sayang dengan gambar senyum.
Saya
juga pernah bermain film, kamu tentu pernah melihat actingku. Dalam sebuah adegan film horror, sayalah actor utama setelah setan. Lebih
tepatnya kami berkolaborasi. Actingku
selalu sempurna, beberapa kali saja retake
adegan. Suara saya kadang terdengar lebih parau dari biasanya.
Pada
zaman modern, saya berubah. dari teman manual menjadi teman yang bisa membuka
diri sendiri. Kejelekan yang saya alami oleh orang yang selalu berbuat jahat,
mereka menamai saya dengan, teman berasandar.
Sayangnya
akhir-akhir ini, saya dan saudara-saudara saya ada di setiap rumah tetangga.
Jumlah kami banyak. Posisi kami strategis. Itulah yang membuat kami banyak
tahu. Bahkan, saat orang-orang menggunakan kami sebagai alat penutup. Justru
saat itulah kami melihat. Kalian bersembunyi di tempat yang salah. Kami tahu
apa yang kalian kalukan setiap hari di balik kamar mandi, kamar tidur.
Harum
baju yang kau gantung di pundakku, celana, dan bau-bau lain yang kau bawa dari
luar. Saya tahu, dengan siapa saja kau bergaul. Tak jarang mengundang nyamuk
bila kau terlalu lama menempel di pundakku. Tepat di pundakku ini, pada posisi
lain saat kau masih kanak-kanak. Membawa kenangan saat kau sudah dewasa.
Nama-nama perempuan dan laki-laki yang kau tulis, itu nama orang yang kau suka.
Saya
tempatmu bersandar, meneteskan air mata.
Temanku,
dia tugasnya lebih berat lagi. Menjaga orang-orang jahat agar tak kabur dari
masa hukuman. Dingin teralis, pengap sekali.
Orang-orang
di luar sana tak jarang dengan semaunya sendiri memasuk dan mengelurakan surat
melewati antara dua kaki saya, tanpa permisi. Hanya saja saya tak tahu pesan
suratnya, yang jelas saya tahu siapa pengirimya, dengan paket atau tidak.
Bunga.
Sudah
segitu saja. Tak lihatkah kau bel pintu? Jangan kau ketok saya dengan tangan
tiga kali. Jangan pakai batu. Dobrak saja kalau-kalau bel pintu sedang sakit
atau pulang ke rumah asal, atau tidak di buang ke pembungan akhir.
Udara
tak jarang datang menyelinap dengan debu-debu. Rembesan air hujan. Tugasku
hanya melindungi, sedikit mempercantik. Kurang apa setianya saya.
Panas
dingin musim silih bergantian. Kami tetap setia, sebelum akhirnya api membakar
dan memusnahkan, dengan semua orang di dalam, orang yang seharusnya saya
lindungi. Maafkan saya yang tak bisa menjagamu seutuhnya. Saya justru
menghalang-halangi kalian untuk menyelamatkan diri. Salahkan saja saya dari
yang seharusnya dipertanggungjawabkan listrik.
Hanya
sebuah pintu.
1 komentar:
Selamat rumah barubnya ;-)
Posting Komentar