3.22.2014

Pindah Rumah



Hari ini, saya pindah rumah. Rumah baru, suasana baru. Semoga.

Di rumah baru ini saya menemukan banyak teman. Garasi, lampu taman, kulkas, kamar mandi. Semoga di tempat yang baru ini, pengharapan akan hari yang lebih cerah lekas datang. Meninggalkan kenangan rumah lama.

Perkenalkan, nama saya, Nino. Saya melihat banyak kejadian di rumah baru ini. Di balik pintu yang tertutup, di balik pintu yang terbuka, pintu yang didobrak. Awal mula dari fitnah, “Ketika perempuan dan laki-laki yang belum muhrim dalam satu ruangan tertutup, maka akan menimbukan fitnah.”

Inilah saya dengan rumah baru. Beragam hiasan menempel di tubuh. Saya mendapatkannya saat di rumah lama. Saya semakin ganteng, kau boleh menyentuh semaumu. Asal, anjing kecil di samping rumah tak ada. Saya sarankan hari minggu pagi kau berkunjung. Karena, itu hari libur anjing kecil.

Pintu masuk. Pintu kamar tidur, kamar mandi, saya paling suka ruangan baru itu. Hanya saja saya lebih suka bermain dan melihat kejadian dari balik pintu. Perbincangan tentang sex, korupsi, rumah tangga yang sudah karam dua kali, juga kejadian penting lain. Selalu diibaratkan dengan pintu yang didobrak. Itulah sebab saya lebih suka mengintip dari balik pintu.

Asal saya dari Kalimantan. Saya termasuk beruntung bisa dengan cepat pindah ke sini. Pulau Jawa, tanah surga. Karena teman-teman kecil saya yang masih tinggal di sana tak senasip seperti yang  saya alami di sini. Di sini lebih enak, setidaknya begitu. Apa-apa mudah, mudah, nggak ribet. Mati juga lebih susah.

Kisah bisa sampai di pulau Jawa ini amat panjang. Beruntung saya tidak dibakar hidup-hidup atau dibacok orang di pinggir jalan saat masih di sana. Saya harus menumpang kapal barang, tidak apa. Asal bisa selamat, pindah tempat.

Saya, tak jarang dijadikan katalis isu-isu. Mengintip dari balik pintu. Selama di sini, sudah lima perempuan yang isunya saya dengar. Gratifikasi sex, tante kesepian, hah. Kesemuanya bercerai karena perselingkuhan, ditinggal pergi suami, suami jatuh miskin. Isu politik bercampur perempuan di baliknya. Selalu menarik didengar. Ibu muda yang diselingkuhi itu tak pernah absen curhat ke saya. Saya bisa apa, hanya menjadi pendengar yang baik.

Anak paling kecil dari keluarga pertama yang curhatannya saya dengar, sering mengajak bermain. Mencoret pipiku dengan cat minyak. Menuliskan kata, Mama Papa Sayang dengan gambar senyum.

Saya juga pernah bermain film, kamu tentu pernah melihat actingku. Dalam sebuah adegan film horror, sayalah actor utama setelah setan. Lebih tepatnya kami berkolaborasi. Actingku selalu sempurna, beberapa kali saja retake adegan. Suara saya kadang terdengar lebih parau dari biasanya.

Pada zaman modern, saya berubah. dari teman manual menjadi teman yang bisa membuka diri sendiri. Kejelekan yang saya alami oleh orang yang selalu berbuat jahat, mereka menamai saya dengan, teman berasandar.

Sayangnya akhir-akhir ini, saya dan saudara-saudara saya ada di setiap rumah tetangga. Jumlah kami banyak. Posisi kami strategis. Itulah yang membuat kami banyak tahu. Bahkan, saat orang-orang menggunakan kami sebagai alat penutup. Justru saat itulah kami melihat. Kalian bersembunyi di tempat yang salah. Kami tahu apa yang kalian kalukan setiap hari di balik kamar mandi, kamar tidur.

Harum baju yang kau gantung di pundakku, celana, dan bau-bau lain yang kau bawa dari luar. Saya tahu, dengan siapa saja kau bergaul. Tak jarang mengundang nyamuk bila kau terlalu lama menempel di pundakku. Tepat di pundakku ini, pada posisi lain saat kau masih kanak-kanak. Membawa kenangan saat kau sudah dewasa. Nama-nama perempuan dan laki-laki yang kau tulis, itu nama orang yang kau suka.

Saya tempatmu bersandar, meneteskan air mata.

Temanku, dia tugasnya lebih berat lagi. Menjaga orang-orang jahat agar tak kabur dari masa hukuman. Dingin teralis, pengap sekali.

Orang-orang di luar sana tak jarang dengan semaunya sendiri memasuk dan mengelurakan surat melewati antara dua kaki saya, tanpa permisi. Hanya saja saya tak tahu pesan suratnya, yang jelas saya tahu siapa pengirimya, dengan paket atau tidak. Bunga.

Sudah segitu saja. Tak lihatkah kau bel pintu? Jangan kau ketok saya dengan tangan tiga kali. Jangan pakai batu. Dobrak saja kalau-kalau bel pintu sedang sakit atau pulang ke rumah asal, atau tidak di buang ke pembungan akhir.

Udara tak jarang datang menyelinap dengan debu-debu. Rembesan air hujan. Tugasku hanya melindungi, sedikit mempercantik. Kurang apa setianya saya.

Panas dingin musim silih bergantian. Kami tetap setia, sebelum akhirnya api membakar dan memusnahkan, dengan semua orang di dalam, orang yang seharusnya saya lindungi. Maafkan saya yang tak bisa menjagamu seutuhnya. Saya justru menghalang-halangi kalian untuk menyelamatkan diri. Salahkan saja saya dari yang seharusnya dipertanggungjawabkan listrik.

Hanya sebuah pintu.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Selamat rumah barubnya ;-)